PURWAKARTA-Ketua DPD Partai Golkar Jawa Barat Dedi Mulyadi mengatakan, seharusnya tempe di Indonesia tidak setipis kartu ATM. Menurut dia, tempe produksi petani bisa setebal TV ukuran 24 inch.
Hal tersebut diungkapkan oleh Mantan Bupati Purwakarta tersebut di kediamannya. Tepatnya, di Desa Sawah Kulon, Kecamatan Pasawahan, Kabupaten Purwakarta, kemarin (12/9).
“Saya dengar, sudah parah tipisnya, setipis kartu ATM. Itu seharusnya tempe kita mah setebal TV ukuran 24 inch. Caranya, Indonesia harus memiliki bahan baku yang cukup, dalam hal ini kedelai,” katanya.
Baca Juga:GraPARI Pamanukan Tawarkan Promo Kartu Halo KickBawaslu Temukan 1.036 Pemilih Ganda
Berdasarkan data resmi Badan Penelitian Aneka Kacang dan Umbi, produksi kedelai setiap tahun mengalami kenaikan. Rata-rata produksi pada tahun 2011-2013 sebesar 824,81 ribu ton kedelai. Jumlah tersebut meningkat pada periode tahun 2014-2016 menjadi 934,58 ribu ton atau naik 13,31%.
Luas lahan tanam kedelai pun terus bertambah, dari tahun ke tahun. Medio 2011-2013, luas lahan kedelai di Indonesia sebesar 580.220 hektar. Luas tersebut bertambah menjadi 609.920 hektare pada medio 2014-2016.
Berbagai peningkatan tersebut faktanya belum bisa memenuhi kebutuhan kedelai dalam negeri. Kementerian Pertanian mencatat, kebutuhan dalam negeri Indonesia terhadap kedelai terhitung tinggi yakni 2,3 Juta ton/tahun. Sementara, rata-rata produksi selama 5 tahun terakhir hanya sebanyak 982,47 ribu ton/tahun atau sekitar 43% saja.
Sisanya, pemerintah membuka keran impor kedelai, terutama untuk kedelai transgenik produksi Amerika Serikat.
Menurut Dedi, fenomena ini harus segera disikapi pihak pemerintah, dengan cara memotivasi petani untuk menanam kedelai. Selain itu, analisis pasar sangat dibutuhkan, agar ada kepastian terserapnya hasil produksi petani di pasaran.
“Produksi kedelai dalam negeri harus ditambah. Petani kedelai kita diedukasi dan diberikan motivasi yang kuat, bahwa menanam kedelai bisa memberikan keuntungan. Setelah itu, pasarnya dianalisa dan rantai distribusi yang mengakibatkan kedelai mahal itu dipotong,” ujarnya.
Ironi yang mendera petani kedelai di Indonesia, menurut Budayawan Jawa Barat itu, bukanlah hal baru. Dedi menceritakan, petani terpaksa memotong kedelai muda untuk dijual dalam bentuk ikatan yang sudah direbut.
Baca Juga:Tim Universitas Finlandia Berkunjung ke CendekiaWisata Jatiluhur Miliki Rusa Totol
Penganan ini dalam istilah orang Jawa Barat disebut ‘Kacang Jepun’. Biasanya, kacang jepun dijual oleh para pedagang dengan menggunakan gerobak dorong.