Oleh: Nurmadhani Fitri Suyuti
*) Dosen Manajemen Universitas Fajar
Hiruk-pikuk menjelang Pemilihan Umum 2019 akan menambah catatan sejarah perjalanan demokrasi.
Dalam masa transisi dari rezim otoritarian menjadi demokratis di Indonesia. Di mana Pemilu sebagai sarana kontestasi politik untuk memilih orang-orang yang akan menduduki kursi pemerintahan dan memilih jabatan-jabatan tertentu dalam pelaksanaan kedaulatan rakyat yang langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia. Pemimpin dipilih berdasarkan mayoritas suara terbanyak, berangkat dari sejarah pemilihan umum (Pemilu) di Indonesia dilaksanakan untuk memilih anggota DPR, DPD, DPRD Provinsi, dan DPRD Kabupaten/Kota.
Namun, setelah amendemen keempat UUD 1945 pada 2002 ditetapkan, maka pemilihan Presiden dan Wakil Presiden yang semula dilakukan oleh MPR juga disepakati untuk dilakukan langsung oleh rakyat. Pemilu dihadirkan sebagai sebuah instrument untuk memastikan adanya transisi dan rotasi kekuasaan berjalan secara demokratis.
Komisi Pemilihan Umum (KPU) sebagai lembaga yang bersifat nasional, tetap dan mandiri diharapkan dapat menerapkan strategi dan konsep manajemen yang efektif dan efisien terhadap rekapitulasi Daftar Pemilih Tetap (DPT). Dalam fungsi-fungsi manajemen melalui perencanaan, persiapan, pelaksanaan hingga pengawasan. Seperti pemutakhiran dan pemeliharaan data pemilih Pemilu secara berkelanjutan, dengan memperhatikan data kependudukan sehingga memiliki tingkat kevalidan yang akurat sebagaimana tercantum dalam Undang-undang Pemilu No. 07 tahun 2017 (Pasal 12).
Baca Juga:Finlandia University Kagumi Konsep Pendidikan Karakter Gagasan Dedi MulyadiBPJSTK Sasar Pekerja Informal
Pemutakhiran daftar pemilih yang menghasilkan voter list ini berawal dari tiga isu besar, yaitu siapa yang masuk dalam daftar pemilih? Siapa yang melakukan pemutakhiran daftar pemilih, dan apakah pendaftaran pemilih merupakan hak atau kewajiban. Salah satu yang paling mendesak untuk segera dituntaskan Daftar Pemilih Tetap (DPT). Seperti diketahui sejak disahkannya Undang-undang Pemilu No. 07 tahun 2017 yang mengatur tentang penggunaan KTP-Elektronik (E-KTP) sebagai syarat sah memilih bagi setiap warga Negara. Penyelenggara Pemilu harus ekstra hati-hati terhadap proses pemutakhiran daftar pemilih agar tidak ada pemilih yang terlewatkan, serta perlunya memastikan apakah yang bersangkutan memiliki identitas kewarganegaraan berupa E-KTP. Ini memerlukan perhatian yang serius dari berbagai pihak terkhusus Pemerintah dan KPU sebab proses pemutakhiran pemilih tentu tidak bisa semata-mata hanya menjadi tanggung jawab Komisi Pemilihan Umum (KPU).