Lalu saya dipanggil lagi. Ditanya: apakah untuk yang satu lagi itu saya mau menunggu satu hari. Akan didatangkan dari kota besar. Harganya (30 tablet): 680 dolar. Atau sekitar Rp 8 juta.
Itulah harga obat jenis entecavir. Yang juga harus saya minum seumur hidup. Untuk merawat hati saya.
Itu bukan obat yang untuk mensinkronkan hati dan badan itu. Itu lain lagi namanya. Lain pula harganya. Saya masih punya cadangannya.
Baca Juga:Santri Harus Miliki Jiwa UsahaDeklarasi Paguyuban Sundawani, Wadah Budaya Sunda
Begitu mahal obat untuk lever itu. Itulah sebabnya enam tahun lalu saya minta ini: Kimia Farma harus bisa memproduksi entecavir yang harganya terjangkau.
Mumpung saya punya jabatan saat itu.
Terlalu banyak penderita liver di Indonesia. Tidak mungkin mampu membeli obat Rp 8 juta sebulan.
Alhamdulillah. Kimia Farma berhasil. Nama obatnya: Heplav. Harganya: Rp 200 ribu/30 butir.
Lesson learned: kalau ke Amerika bawalah obat yang cukup. Resepnya saja Rp 1,4 juta. Belum mondar-mandirnya. Seandainya sewa mobil: dua juta sendiri lagi.
Jangan bodoh seperti saya. Yang mudah kehilangan apa saja. (dis)