KSPSI Akan Ajukan Hak Milik ke Presiden
CIKAUM-Warga Desa Pasirmuncang Kecamatan Cikaum kini khawatir lahannya digusur oleh PT PG Rajawali. Sebab, rumah sebanyak 450 kepala keluarga berada di lahan administratif PT PG.
Kekhawatiran itu mencuat setelah pabrik gula itu bangkrut dan tidak beroperasi lagi. Warga di sana pun mayoritas bekerja di perusahaan milik pemerintah itu. Sedangkan lahan dan rumahnya sudah ditempati selama puluhan tahun.
Merespons kekhawatiran warga, Konfederasi Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (KSPSI) berjanji akan memperjuangkan hak kepemilikan tanah tersebut menjadi sertifikat hak milik. KSPSI akan mengupayakan dan membawa permasalahan tersebut ke Presiden Jokowi.
Baca Juga:Empat Ruang Kelas SMPN 2 Dawuan Terancam AmbrukEncu, Pensiunan Pekerja Perkebunan Tempati Rumah Tidak Layak Berusia 100 Tahun
Ketua RW 06 Kampung Cipedes PTP Desa Pasirmuncang Kecamatan Cikaum Amir Sukana mengatakan, saat ini wargaya yang mayoritas pekerja PT PG Rajawali sedang merasakan kekhawatiran yang mendalam. Setelah pabrik gula sudah tidak beroperasi lagi dan terancam bangkrut.
“Terus terang saya dan warga saya khawatir dengan PT PG Rajawali yang di Purwadadi sini tidak beroperasi dan terancam bangkrut. Hal ini berdampak ke kita yang dalam artian penghuni di desa ini. Kami khawatir lahan kami tergusur padahal sudah ditempati dari generasi ke generasi sejak zaman leluhur kita,” ujarnya, Minggu (23/9).
Dijelaskan Amir, sejak dari orang tuanya sudah menempati lahan di Desa Pasirmuncang sudah 100 tahun yang lalu. Terkait lahan yang dikuasai PT PG Rajawali memang sudah dari dulu. Lahan itu dikuasai pemerintah.
Sementara warga RW 06 Kampung Cipedes Desa Pasirmuncang Kecamatan Cikaum Ihsan Nuryana (35) menjelaskan, berdasarkan silsilah status lahan warga, tanah di sana bisa diartikan bukan sepenuhnya milik PT PG Rajawali. Sebab warga ada yang mempunyai surat kikitir (girik) dan membayar pajak PBB.
Tapi mereka khawatir tergusur karena tidak memiliki sertifikat sebagai bukti yang paling sah atas kepemilikan lahan dan bangunan. “Warga hanya memiliki kikitir sebagai tanda kepemilikan saja. Tiap tahun sejak tahun 2000-an warganya membayar pajark PBB,” tandasnya.
Pihaknya berharap menempuh dan meminta kejelasan kepada BPN bagaimana caraya mejadikan lahan tersebut menjadi sertifikat hak milik. “Jika dihitug ada sekitar 12 hektare lahan di sini yang belum ada sertifikatnya dan kami minta pihak KSPSI membantu memperjuangkannya,” tandasnya.