Berkaitan dengan bencana alam yang dialami masyarakat di Lombok, Ketua DPR Bambang Soesatyo mengawali pidato di hadapan Presiden Joko Widodo saat Sidang Tahunan MPR,DPR dan DPD di Kompleks Parlemen Senayan Jakarta, Kamis 16 Agustus 2018 sebagai berikut “ mengawali pidato ini atas nama seluruh anggota dewan saya menyampaikan rasa duka yang sedalam – dalamnya atas musiba yang menimpa saudara – saudara kita di wilayah NTB dan sekitarnya, DPR akan mendukung sepenuhnya jika pemerintah menetapkan bencana alam Lombok sebagai bencana nasional.”
Berkaitan dengan kebakaran di Kampung adat Gurusina Martinyus M R Maghi SS, M.Si selaku kepala Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Kabupaten Ngada mengatakan bahwa Penangan darurat Pemda Kabupaten Ngada sudah menyediakan tenda, logistic dan mengatur warga perempuan dan anak – anak di rumah penampuangan dan anak ditangi Pemda Ngada selam satu minggu, sementara laki – laki dewasa akan tinggal di tengah – tengah kampong untuk melakuan upacara adat tolak bala (tolak bencana).
Dari dua peristiwa ini terlihat bahwa pemerintah dan masyarakat melihat bencana alam sebagai derita. Seperti yang dituliskan oleh Anacreon yang hidup di antara tahun 568 – 478 SM seorang penyair dan penulis lirik Yunani bahwa “ alam telah memberikan hari kepada sapi – sapi, kuku pada kuda – kuda, kelincahan pada kelinci, kemampuan berenang bagi ikan, kemampuan terbagi bari burung, dan pengertian bagi manusia. Alam sudah tidak punya apa – apa lagi bagi wanita yang ingin menyelamatkan kecantikannya. Kecantikan selalu luput dari tombak atau perisai. Mereka yang cantik lebih perkasa daripada api dan besi.” Dari derita bencana ini lahirlah pertanya baru bagi orang Kristen, pertanyaannya adalah apakah orang Kristen harus memandang bencana ini sebagai derita atau berita ?
Baca Juga:Atlet Para-atletik Indonesia Raih Emas Di Nomor Tolak PeluruDana Aspirasi Bangun Jalan Lancarkan Transportasi Warga
Friedrich Nietzsche memberikan pesan dalam tulisan tentang Perihal pohon di pegunungan bahwa “pohon ini berdiri sepi di sini di pegunungan; dia bertumbuh ke atas tinggi di atas manusia dan binatang. Dan andaikata dia mau berbicara , tak mau ia memiliki siapa – siapa yang mengacuhkan dia: dengan demikian ia bertumbuh tinggi.” (2000:82) Tulisan Nietzsche ini mau memberikan pesan bahwa pohon – pohon pun memberikan berita kepada manusia bahwa ia tidak mau ada di bawah kekuasaan manusia yang acuh tak acuh terhadap pohon dan alam sebab ia tidak akan bertumbuh tinggi, seperti yang diharapkannya.