BANDUNG-Peliputan bencana gempa dan tsunami di sejumlah wilayah di Indonesia, cenderung mengeksploitasi tragedi. Meski telah benar menyampaikan informasi sebaik dan seakurat terkait bencana yang terjadi kepada publik.
Bayu Novianto dari Pusat Penelitian Mitigasi Bencana (PPMB) ITB, meminta media agar tidak menambah penderitaan atau trauma korban, keluarga, dan masyarakat dengan menampilkan gambar korban atau mayat secara detail.
“Ini penting, tidak hanya bagi korban dan kerabatnya, tapi juga bagi publik karena bisa menghilangkan empati masyarakat yang melihatnya,” kata Bayu, Selasa (9/10).
Baca Juga:Sehari, 60 Orang Tewas Akibat NarkobaParpol, Korupsi, dan Peradaban
Belajar dari gempa bumi Jepang, kata dia, tidak ada gambar seperti tim penanggulangan bencana yang sedang menggotong kantong mayat, korban-korban berjejeran, raut wajah korban yang sedih, maupun keluarga korban yang menangis histeris karena kehilangan anggota keluarganya.
Karena yang diberitakan, terang dia, hanya tentang dampak akibat gempa, tsunami, foto atau gambar bangunan-bangunan runtuh serta penanganan pasca bencana.
“Saat gempa Jepang, tidak ada reportase atau tayangan saat pencarian korban, atau korban meninggal yang tergeletak di jalan, yang ditayangkan hanya evakuasi atau penanganan pasca bencana. Maka, sebaiknya di kita juga melakukan peliputan seperti itu,” bebernya.
Pihaknya pun berharap masyarakat tak terpancing isu ancaman gempa yang beredar di media sosial baik dari rekaman video maupun pesan broadcast yang disebarkan pihak tak bertanggung jawab karena belum bisa dibuktikan kebenarannya.
“Sebaiknya ikuti arahan pemerintah saja, jangan langsung percaya dengan pesan-pesan yang disebarkan di grup media sosial, serta jangan lagi menyebarkan pesan tersebut karena bisa menimbulkan keserasahan di masyarakat,” jelasnya.(eko/din)