Pelabuhan Fener itu pun bisa diandalkan. Untuk kedatangan raw sugar impor. Atau pengiriman gula kristal yang dihasilkan pabrik.
Semula saya kagum dengan investor pabrik gula di Tambora ini: Samora Group. Yang selama ini kita kenal sebagai importir raksasa raw sugar. Kok begitu idealisnya. Mau membangun pabrik gula di wilayah yang begitu gersangnya.
Ternyata itu tadi. Pabrik itu juga untuk menggiling raw sugar impor. Ya… sudah. Baik juga.
Baca Juga:Calegnya Dicoret, PKB Segera MenggugatPaguyuban Pembudidaya Ikan Keramba Jaring Apung Tolak Zero KJA
Siapa tahu. Sambil mengolah raw sugar bisa membina petani tebu lokal. Yang selama ini hanya tahu menanam jagung. Atau menanam pohon mente.
Saya mampir ke pabrik gula itu. Aroma gulanya harum. Aroma dari proses pengolahannya. Pabrik ini bersih. Tidak ada ceceran tebu. Bahkan lagi tidak ada tebu yang dikirim ke pabrik itu. Yang berkapasitas 5.000 TCD itu.
Saya masih bisa belajar satu hal baik dari pabrik ini: sistem kerjasamanya dengan petani.
”Kami menggunakan sistem beli putus,” ujar Joko Handoyo, pimpinan pabrik ini. Yang memang ahli gula. Yang sepanjang hidupnya menggeluti pabrik gula. Mulai dari Kebon Agung malang, Tasik Madu Jogja, Medan, Pati, Blora dan sekarang Tambora.
Di Tambora ini Joko tidak mau ruwet. Menerapkan sistem baru: beli putus. Artinya: pabrik beli tebu saja. Seberapa banyak petani kirim tebu bisa langsung dibayar. Berdasar harga yang sudah ditetapkan.
Itu untuk menggantikan sistem lama di Jawa: petani kirim tebu, pabrik menggilingnya, pabrik mengolahnya jadi gula, baru petani bisa menjual gulanya.
Sistem lama itu ruwet. Sering menimbulkan masalah. Petani tidak tahu: tebu sekian ton yang dikirimnya itu bisa menjadi berapa ton gula. Pasrah saja ke pabrik. Lalu muncul saling curiga.
Ada persoalan rendemen. Ada persoalan efisiensi pabrik. Kalau pabriknya tidak efisien petani ikut menanggung akibatnya.
Baca Juga:Rihlah Ilmiah SDIT Cendikia di Stasiun KAUMK Karawang Dipastikan Tetap Tertinggi
Petani sering mencurigai pabrik: memainkan prosentasi rendemen.
Dengan sistem baru di Tambora ini tidak ada peluang untuk saling curiga. Simple dan beres.
Tapi belum tentu pabrik gula di Jawa bisa meniru Tambora. Ini persoalan cash flow besar. Pabrik gula harus siap dengan uang besar.