Oleh: Ridho Budiman Utama
*) Anggota Komisi II DPRD Jawa Barat
LAPORAN Kementerian Kesehatan RI yang menyatakan, 4 dari 10 anak Indonesia mengidap “stunting” (pengkerdilan) sudah selayaknya menjadi perhatian kita bersama. Beberapa provinsi di tanah air seperti Nusa Tenggara Timur, Sulawesi Barat dan Jawa Barat diketahui memiliki jumlah pengidap stunting cukup tinggi.
Untuk Jawa Barat sendiri, dari 27 kota / kabupaten yang ada, sebanyak delapan daerah diketahui memiliki prevalensi stunting dengan kategori tinggi. Daerah – daerah tersebut antara lain kabupaten Sukabumi, Cianjur, Bandung Barat, kabupaten Bandung, Purwakarta, Majalengka, Garut serta kota dan kabupaten Tasikmalaya. Adapun kabupaten Garut menjadi daerah dengan jumlah pengidap stunting tertinggi di Jawa barat dengan angka mencapai 43,2 persen. Adapun jumlah rata – rata daerah pengidap stunting di Jawa Barat adalah 29,2 persen.
Tingginya jumlah warga yang mengidap stunting tersebut tentunya akan mendatangkan kerugian tersendiri bagi bangsa ini apabila tidak segera ditangani secara sungguh – sungguh. Stunting akan menjadi ancaman serius bagi upaya pembangunan Sumber Daya Manusia Indonesia yang berkualitas.
Baca Juga:17 Cakades Ikuti Deklarasi DamaiPuskesmas Tegalwaru Gencar Sosialisasi Kaki Gajah
Hal ini dikarenakan, stunting tidak hanya mengganggu pertumbuhan fisik anak, namun juga akan berpengaruh terhadap perkembangan otaknya. Dengan kata lain, anak yang menderita stunting cenderung mengalami kesulitan belajar sehingga berpengaruh terhadap prestasi belajarnya. Dalam skala yang lebih besar, stunting akan mempengaruhi produktivitas anak maupun remaja di saat mereka tengah berada di usia produktif. Fenomena tersebut tentunya akan berpengaruh juga terhadap kreativitas maupun tingkat produktivitas bangsa secara keseluruhan. Tak sampai disitu, ancaman hilangnya generasi (lost generation) pun siap mengintai setiap saat apabila kita tidak segera mengambil langkah – langkah strategis untuk mengatasi permasalahan tersebut.
Kondisi yang cukup memprihatinkan sebagaimana dijelaskan oleh penulis di atas tentunya akan menjadi tantangan tersendiri bagi bonus demografi yang akan segera diterima oleh bangsa Indonesia dalam beberapa tahun mendatang.
Melimpahnya jumlah warga yang tergolong ke dalam usia produktif tersebut tentunya akan menjadi anugerah apabila mereka berada dalam kondisi fisik yang sehat dan kuat sehingga memiliki tingkat produktivitas yang cukup tinggi. Sebaliknya, banyaknya remaja yang termasuk ke dalam angkatan kerja produktif tersebut memiliki gangguan kesehatan yang cukup serius justru akan menjadi beban bagi Negara. Alih – alih menambah cadangan devisa negara melalui berbagai produk yang dihasilkan, Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) yang ada justru terkuras untuk membiayai pengobatan warganya yang mengidap berbagai gangguan kesehatan.