SUBANG-Perda Perubahan tentang Perubahan Atas Peraturan Daerah Nomor 3 tahun 2014 tentang Rencana Tata Ruang dan Rencana Wilayah (RTRW) hingga kini belum mendapat persetujuan Gubernur Jabar. Padahal sudah diajukan sejak era Gubernur Ahmad Heryawan.
Perda tersebut dinilai penting, sebab di dalamnya mengatur pembangunan Pelabuhan Patimban. Sejumlah pihak mencurigai ada kejanggalan dalam proses persetujuan perubahan Perda RTRW tersebut. Anehnya, meski belum disetujui Gubernur Jabar, pembangunan terus dilakukan. Sejumlah pihak mendorong KPK segera turun tangan menelusuri proses persetujuan Perda perubahan RTRW tersebut.
“Padahal belum disetujui gubernur tapi pembangunan terus berjalan. Memang sudah ada Perpres, tapi itu sebagai payung hukum di pusat. Jika di daerahnya belum ada persetujuan, menurut saya itu pembangunan ilegal,” tutur Ketua LSM Bhineka, Endang Supriadi.
Baca Juga:Hasil Seleksi Cakades: Nilai Tertinggi 81, Terendah 25Perempuan Harus Waspadai Penyakit Kanker Rahim
Dirinya juga mendesak bagian hukum Pemda Subang proaktif mempertanyakan penetapan Pergub Perda RTW tersebut.
Kabag Infrasturktur Setda Subang Wawan Saefuloh menjelaskan, lahan milik Pemda Subang di proyek pembangunan Pelabuhan Patimban ada sekitar 5 hektare. Digunakan untuk pembangunan jalan akses masuk lebar 3 meter dan panjang sekitar 8.256 kilometer.
“Berdasarkan ketentuan lahan milik instansi pemerintah tidak ada pergantian sehingga sifatnya hibah. Sehingga pemda tidak mendapat apa-apa,” tandasnya.
Dalam proyek tersebut Pemda Subang hanya sebagai pendukung saja. Namun pihaknya berencana bisa mendapatkan pendapatan dari kehadiran Pelabuhan Patimban. “Pengennya kita mendapatkan PAD dari keberadaan pelabuhan itu,” tandasnya.
Ia pun membenarkan sampai sekarang Perda Perubahan RTRW masih dibahas oleh Gubernur Jabar,” sambungnya.
Sementara itu aktivis Subang Warlan SH mengatakan, pihaknya sudah melaporkan kejanggalan Perda RTRW tersebut ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Walau dirinya yakin KPK sudah memiliki data. Apalagi muncul keterangan di persidangan ada dugaan suap dalam proses persetujuannya kepada anggota DPRD.
“Mantan Kabid Perizinan yang sudah divonis juga pernah berbicara di persidangan menyebutkan ada anggota DPRD yang menerima suap dari proses persetujuan Perda RTRW,” kata Warlan.
Warlan juga melihat ada kejanggalan dari luasan pengadaan lahan yang mencapai 400-500 hektar anjuran dari kementrian.
“Di dalam perda RT RW tersebut tertulis 10 hektare, padahal kebutuhan luasan 400-500 hektare meliputi Patimban, Legonkulon, Pusakajaya, Sukasari dan lainnya,” ungkapnya.