Secara geografis, menurutnya, desa-desa ini berada di lokasi pegunungan dengan kemiringan sampai dengan 250, banyak lahan-lahan perkebunan (hutan rakyat) dengan tanaman konservasi yang telah beralih fungsi menjadi pemukiman atau perkebunan jenis palawija dan sayuran. Munculnya bencana yang disebabkan rusaknya ekosistem, misalnya longsor 2017 di Gardusayang dan Bantar Panjang Desa Darmaga, longsor dan banjir bandang 2016 di Cihideung, menjadi bukti yang kuat bencana alam, karena kerusakan lingkungan mulai mengincar Subang Selatan.
PT Tirta Investama merupakan salah satu perusahaan air minum swasta yang rutin mengadakan kegiatan konservasi. Aktivitas konservasi yang dilakukan PT TIV antara lain penanaman, pembuatan sumur resapan, pembuatan lubang resapan biopori, dan peningkatan kapasitas masyarakat mengenai lingkungan.
“Pada tahun 2017, PT TIV Subang bekerjasama dengan Yayasan Javlec Indonesia dalam kegiatan konservasi melakukan penanaman 16.000 tanaman, pembuatan 10 sumur resapan dan pembuatan lubang resapan biopori. Kegiatan konservasi tahun 2018 akan dilakukan penanaman 10.000 tanaman, pembuatan 13 sumur resapan dan pembuatan lubang resapan biopori,” terangnya.
Baca Juga:Kabag Hukum Enggan Komentari Perda RTRWKashoggi Sampai Di Twitter Qahtani
Dari hasil monitoring dan diskusi yang dilakukan Javlec pada tahun 2018 ini, lanjut April, untuk tanaman yang cenderung terawat adalah jenis buah, sedangkan untuk sumur resapan dan biopori meskipun masyarakat sudah merasakan manfaatnya tetapi untuk perawatan masih minim dan abai.
Guna optimalisasi dan keberlanjutan kegiatan konservasi, Yayasan Javlec Indonesia berencana untuk mengembangkan potensi-potensi lokal yang berbasis konservasi di beberapa lokasi percontohan (demplot). Antara lain agroforestry dengan kelompok Tani Hutan Adat Boehoen Desa Sanca dan Kelompok Tani Kebun Bibit Peuntas Jaya Desa Pasanggrahan. Demplot ecotourism bersama kelompok Generasi Anak Muda Ciupih Desa Pasanggrahan dan Kelompok Tani Giri Mukti Desa Sanca. Demplot skema imbal jasa lingkungan bersama LMDH Desa Cibitung dan LMDH Desa Cibeusi.
“Dari aktivitas yang selama ini dilaksanakan, sumber daya manusia merupakan faktor kendala utama dalam pengembangan kelompok. Sekolah Tani (Sekolah Lapang) merupakan salah satu sarana dalam capacity building anggota kelompok dalam hal memperkuat kelembagaan, pengembangan teknik fisik konservasi dan untuk mendorong kebijakan-kebijakan di pemerintah dan swasta misalnya peraturan desa tentang Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW), pengembangan konservasi melalui skema imbal jasa lingkungan dengan teknik inventarisasi tanaman, pemetaan dan serta skema carbon trade.” tandasnya.(vry/man)