JAKARTA-Massa Aksi Bela Tauhid menuntut Menko Polhukam Wiranto segera membubarkan Banser NU.
Salah seorang orator, perwakilan dari Gerakan Nasional Pengawal Fatwa (GNPF) Ulama Bogor menegaskan, Banser sudah sangat layak untuk dibubarkan. Pasalnya, keberadaan dan ulah mereka sudah sangat meresahkan kerukunan beragama di negeri ini.
Untuk itu, pihaknya menuntut pemerintah untuk berlaku adil dengan membubarkan Banser sebagaimana yang dilakukan terhadap Hizbut Tahrir Indonesia (HTI).
“Banser yang sekarang tidak sama dengan masa revolusi. Keberadaan Banser saat ini layak untuk dibubarkan secara adil. Sama dengan organisasi HTI. Harus adil. Bubarkan,” katanya dalam orasi di depan kantor Kemenko Polhukam, Jalan Medan Merdeka Barat, Jakarta Pusat, Jumat (26/10).
Baca Juga:Tarif Naik Jabatan: Lurah Puluhan Juta, Kadis Rp100 Juta-anTeka-Teki Masa Depan BUMN Korut
Tak hanya itu, pihaknya juga mendesak aparat kepolisian bersikap adil dengan segera menghukum para anggota Banser yang telah membakar bendera bertuliskan kalimat tauhid saat perayaan Hari Santri Nasional di Garut beberapa waktu lalu.
“Kalau kalian benar-benar orang-orang yang beriman dan kalau kalian bukan pengkhianat bangsa ini yang merusak keadilan,” serunya.
Pengamat politik Boni Hargens menduga, sebagian besar eks pentolan Hizbut Tahrir Indonesia (HTI) sedang aktif menggalang dukungan untuk calon presiden tertentu pada kampanye Pilpres 2019.
Langkah tersebut ditempuh karena menganggap pemerintahan saat ini thoghut. Apalagi diketahui, pemerintahan yang berkuasa saat ini yang membubarkan HTI.
“Khilafah adalah tujuan politik. Saya melihat ada skenario yang di dalamnya eks-HTI terlibat dengan tujuan meraih kekuasaan pada pemilu 2019,” ujar Boni di Jakarta, Jumat (26/10).
Direktur Lembaga Pemilih Indonesia (LPI) ini memprediksi, untuk mencapai tujuan yang diinginkan, para pentolan eks-HTI kemungkinan membangun kesepakatan politik dengan elite tertentu, memastikan adanya kendaraan politik untuk perjuangan khilafah.
“Kemudian, membangun narasi hitam tentang pemerintah sebagai thoghut, komunis, anti-Islam dan sebagainya,” ucap Boni.
Selain itu, para pentolan HTI diprediksi juga sedang berusaha mendelegitimasi institusi keamanan sebagai langkah taktis melemahkan posisi pemerintah. Misalnya, BIN dituding berpolitik, POLRI dan TNI dianggap alat pemerintah, bukan alat negara.
“Opini ini dibangun secara sistematis. Kasus Ratna Sarumpaet saya kira ada dalam kontinum ini. Ingin membangun persepsi bahwa ‘negara zalim’,” katanya.