Boni juga memperkirakan mereka sedang memainkan peran sebagai korban sembari aktif melakukan propaganda negatif di tengah masyarakat. Tujuannya, untuk membangun persepsi buruk tentang pemerintah dan partai pendukung pemerintah.
“Jadi kesimpulannya, saya menduga eks HTI sedang berupaya menjadikan pemilu sebagai kuda Troya untuk merebut kekuasaan pada Pemilu 2019,” katanya.
Menurut Boni, pemilu merupakan mekanisme ‘demokratis’ untuk mendapat legitimasi. Setelah itu, perlahan-lahan para eks pentolan HTI kemungkinan berupaya mengubah sistem yang ada untuk mendirikan khilafah.
“Saya berhipotesis, aksi pembakaran bendera HTI di Garut adalah bagian dari skenario playing victim untuk tujuan ganda. Yaitu, melemahkan Nahdatul Ulama dengan Ansor dan Bansernya, untuk meruntuhkan dominasi kaum nasional di negeri ini,” tutur Boni.
Baca Juga:Tarif Naik Jabatan: Lurah Puluhan Juta, Kadis Rp100 Juta-anTeka-Teki Masa Depan BUMN Korut
Kemudian, meningkatkan radikalisme kelompok pasif yang selama ini masih bingung dengan perjuangan HTI, tapi juga belum mempunyai sikap politik yang pasti dalam pemilu mendatang.
“Ada kemungkinan kuat aksi di Garut adalah bagian dari strategi kampanye HTI untuk meraih kekuasaan pada pemilu 2019 mendatang,” pungkas Boni.(bbs/man)