LEMBANG-Jalan sepanjang 100 meter di Kampung Cikareumbi RW 3, Desa Cikidang, Kecamatan Lembang, dijadikan arena ‘perang’ oleh warga, Minggu (28/10).
Perang ini merupakan ciri khas warga Cikareumbi, yaitu perang tomat. Meski perang tomat, namun sebagian warga mempersiapkan dirinya bak gladiator yang menggunakan pakaian layaknya prajurit dengan perisai dan helm, serta pakaian pangsi ditambah rompi dari anyaman daun janur berwarna kuning.
Untuk penyelenggaraan perang tomat kali ini, pihak panitia menyediakan sebanyak 2 ton tomat busuk. Peperangan pun diiringi oleh alunan musik tradisional gamelan.
Butir-butir tomat busuk dilemparkan warga secara random ke segala arah. Terdengar suara teriakan semangat para peserta dan teriakan histeris para penonton memenuhi lingkup arena. Banyak dari tomat tersebut bersarang ke rumah-rumah warga sekitar yang berada di pinggir jalan.
Baca Juga:Dana Rp15 Miliar Mengendap, untuk Rehabilitasi Akibat Bencana di KBBPeran Pemuda pada Era Politik Ekonomi 4.0
Rempug tarung adu tomat ini berlangsung sekitar 25 menit. Ketika peperangan selesai, seluruh peserta kemudian berlanjut menari bersama mengikuti irama musik.
Inisiator perang tomat, Abah Nanu mengungkapkan, perang tomat ini bagian dari tradisi yang sudah setiap tahun dilakukan warga Cikareumbi, dengan dimaknai membuang atau memerangi sifat-sifat buruk manusia.
“Tomat yang telah berserakan usai perang kami kumpulkan dan dijadikan pupuk maupun kompos. Sekarang 2 ton, kalau tahun lalu 3 ton. Berkurang karena musim kemarau sehingga hasil panennya sedikit,” ujarnya.
Abah Nanu juga menjelaskan bahwa perang tomat ini bagian dari rangkaian kegiatan hajat lembur yang tujuannya keselamatan, kemakmuran, dan kesuburan. Menurutnya, perang Ini adalah perang tomat ke-7 kalinya sejak 2011.
Setiap tahun dalam kegiatan ruwatan dan perang tomat ini, Abah Nanu mengaku antusias warga dalam ikut serta selalu tinggi, namun hal itu tak diimbangi dengan semakin majunya pola pikir warga yang menganggap kegiatan ini hanya sekedar rutinitas tradisi bukn menjadi momentum peningkatan budaya dan ekonomi.
“Saya justru berharap kegiatan ini bisa merubah pola pikir warga dari yang hanya menjadi rutinitas melainkan memiliki pola pikir bagaimana strategi dalam pemberdayaan ekonomi dan budaya,” ucapnya.
Kesempatan yang sama, Aa Umbara mengaku bangga atas tradisi yang dimiliki KBB. Sebab, perang tomat ini, kata Aa hanya ada di dua negara yakni Spanyol dan Indonesia. Apalagi lokasi di Indonesia hanya ada di Cikareumbi, Lembang.