oleh Dahlan Iskan
Jepang masih tergolong negara cash. Tidak terlihat ada orang membayar dengan klik HP. Jarang juga terlihat orang membayar dengan kartu.
Bahkan di stasiun kereta Nikko tertulis pengumuman: hanya menerima uang cash. Untuk membeli karcis.
Naik bus kota pun masih dengan cara lama: harus cash. Kecuali yang langganan.
Baca Juga:Dua Pj Kades Dilantik, Jalankan Prinsip TransparansiAnne Imbau Antisipasi Bencana Alam
Bus kotanya selalu dilengkapi satu mesin. Saya sebut mesin kernet. Di sebelah sopir. Dengan dua lubang. Satu lubang untuk menerima uang koin. Satu lubang lagi untuk menukar uang kertas: menjadi koin. Siapa tahu ada penumpang tidak punya uang receh.
Saya bisa memasukkan uang lembaran 1000 yen. Menggerojoklah uang-uang koin senilai 1000 yen. Dari mesin kernet itu. Lalu saya bayar ongkos bus kotanya. Senilai tarifnya.
Dari mana tahu berapa tarifnya?
Tidak perlu tanya sopir. Toh sopir tidak mengerti bahasa lain kecuali Jepang.
Waktu naik tadi kita cukup ambil karcis. Ukurannya selebar ibu jari. Yang otomatis keluar dari boks kecil. Di dekat pintu masuk.
Turun dari bus nanti karcis itu kita masukkan ke mesin kernet. Akan terlihat di layar digital: berapa harus bayar. Sesuai dengan jaraknya. Lalu kita masukkan koin sejumlah yang diminta.
Sopir tidak pernah menerima uang pembayaran. Atau menyerahkan uang kembalian. Sopir sudah punya kernet: yang punya dua lubang tadi.
Di kota Otsunomiya, dekat Nikko, saya selalu naik bus kota. Murah. Nyaman.
Di Jepang tarif taxi mahal sekali. Sekali jalan bisa Rp 500.000. Dari Shinjuku ke Ginza.
Baca Juga:Nurul Azizah Kuasai 10 Beladiri Pecahkan Rekor ORIPenunggak Pajak Akan Ditindak
Kalau di Tokyo saya pilih naik subway. Kereta bawah tanah. Jarak 500.000 tadi hanya perlu bayar Rp 27 ribu (200 yen).
Untuk makan malam di Yotshuya pun saya pilih naik subway. Berdesakan. Meski bayar makannya nanti bisa Rp 2 juta. Itulah restoran yang amat populer: Kirakutei. Di Shinmichi Doori. Di satu gang yang semuanya restoran enak. Teman Jepang saya bilang: salah masuk pun akan enak. Bintang-bintang film banyak makan di situ. Makanannya: yakiniku. Jangan bayangkan lezatnya. Dan lumer dagingnya.
Saya memerlukan ke situ. Setiap ke Tokyo. Kangen. Yang sebenarnya.