Oleh: Asep Permana
Mahasiswa Ilmu Politik
Universitas Islam Negeri Sunan Gunung Djati Bandung
Kenapa anak muda harus berpolitik? Pertanyaan ini adalah pertanyaan yang simple, jawabanya karena anak muda adalah generasi penerus bangsa, penerus estafet politik negara, mengatur dan membuat kebijakan yang lebih baik. Pemuda adalah harapan untuk memperbaiki politik di masa depan, dan salah satu jalanNya yaitu harus masuk kedalam yang namanya partai politik.
Agak sulit membayangkan demokrasi tanpa kehadiran partai politik. Setidaknya, dalam tataran teori politik, belum ada alternatif yang pas untuk meramu representasi politik selain dengan campur tangan partai politik. Representasi regional, yang kemudian terangkum dalam Dewan Perwakilan Daerah (DPD) misalnya, ternyata memiliki keterbatasan dalam hal wewenang, itupun hanya berlaku di pusat, bukan di daerah. Sementara perwakilan-perwakilan rakyat di parlemen daerah praksi hanya di isi oleh wakil-wakil partai.
Baca Juga:Kopel Putus Truck Gandengan Terguling, Muatan Bahan Pakan Ternak Penuhi JalanMUI Dorong Polisi Gelar Razia Narkoba
Oleh karna itu, anak muda yang secara politik berprefensi kepada demokrasi (keterbukaan, akuntabilitas public, kebebasan dan lain-lain), jika ingin secara nyata ingin mengabdi untuk memperbaiki demokrasi , jalur partai politik adalah salah satu opsi yang mungkin dan layak. Kurang responsifnya partai-partai terhadap preperensi dan kepentingan politik anak muda, boleh jadi salah satunya memang karena anak muda kurang bersemangat untuk berjuang di dalam tubuh partai.
Sekalipun social media bisa di andalkan untuk beraspirasi, tapi pada kenyataanya sampai hari ini partai politik tetap pada fungsinya sebagai salah satu penopang sisitem politik yang demokratis. Dengan kata lain, sosial median bias menjadi wadah beraspirasi, tapi agak sulit untuk menjadi tangga utuk melakukan aksi nyata.
Dalam faktanya, di dalam partailah kader-kader di tempa menjadi wakil-wakil pemilih, dan di dalam partai pula, para kader-kader muda bisa mempengaruhi gerak langkah partai tersebut, baiknya jiwa muda dengan bersuara lantang dalam setiap pertemuan, atau dengan melibatkan diri di dalam kontestasi kepengurusan, lalu ikut duduk di tampuk pemimpin untuk menularkan ide-ide perubahan agar menjadi kebijakan partai.
Dengan kata lain, jika anak muda memandang partai politik dengan cara yang skeptis, sarang koruptor, sarang nepotisme dan sejenisnya, dan ternyata hanya partai politik yang masih bisa di andalkan untuk menghasilkan kader-kader yang akan menjadi wakil rakyat dan pejabat public, maka taka da alasan bagi anak muda untuk melakukan perubahan dan reformasi sistem politik secara signifikan, tanpa melibatkan partai. Apatisme tak akan menjawab banyak persoalan yang di keluhkan oleh anak muda.