SUBANG-Pemerintah tidak tegas melarang panitia pilkades memungut iuran dari para calon kades. Akhirnya praktik pungutan iuran untuk biaya pilkades masih dilakukan dengan besaran yang bervariatif.
Hanya saja, para calon kades tidak berani mengungkapkan secara terbuka besaran biaya iuran yang disepakati. Iuran itu didasarkan pada minimnya anggaran desa untuk pilkades. Tapi ada pula desa yang sama sekali tidak memungut iuran.
Ketua Panitia Pilkades Mekarjaya, Compreng Sartono mengatakan, para calon Kades di Desa Mekarjaya tidak menyumbang sepeserpun dalam kegiatan operasional Pilkades. Anggaran Pilkades di Desa Mekarjaya seluruhnya murndi dari APBDes.
Baca Juga:Disnakertrans Ungkap Pemalsuan Paspor TKWKPK Periksa 12 Saksi Terkait Kasus Cirebon
“Karena ada salah satu calon yang tidak mau nyumbang, akhirnya BPD memutuskan dana diambil dengan menyewakan tanah titisara seluas 3 bahu untuk logistik,” ucap Sartono.
Sementara itu, Calon Kepala Desa Pusakajaya Heri Bahtiar mengungkapkan para calon kades di Desa Pusakajaya telah sepakat untuk membantu panitia Pilkades. Menyumbangkan dana sesuai yang disepakati. Namun ia tidak menyebutkan berapa nominal kesepakatan yang diambil untuk keperluan pelaksanaan Pilkades di Pusakajaya.
“Kami para calon tahu pasti panitia butuh anggaran untuk kebutuhan tahapan-tahapan Pilkades, agar bisa berjalan lancar sampai hari H,” kata Heri.
Ia mengungkapkan, mekanisme pemberian bantuan tersebut terlebih dahulu akan dimasukan pada APBDes. Setelah bantuan masuk ke APBDes, baru anggaran tersebut mulai bisa digunakan.
Di tempat terpisah, Calon Kades Rancadaka Ato Suryanto mengungkapkan bahwa di Rancadaka para calon tidak ada yang memberikan sumbangan pada panitia. Ia menyebutkan jika ada kekurangan dana untuk keperluan Pilkades biasanya ada sumbangan swadaya dari masyarakat. “Di kita tidak ada, biasanya nanti ada swadaya,” jelas Ato.
Ketua LSM Bhineka mengaku geram melihat kinerja pemerintah daerah yang lambat dalam mencairkan anggaran pilkades. Menurutnya, jika masalah ini tidak segera ditangani akan membahayakan proses demokrasi di tingkat desa.
“Sangat miris, pesta demokrasi bisa tertunda dan bisa gagal jika anggaran belum cair. Pemda Subang harus segera mencairkan anggaran Rp25 juta untuk tiap desa dan ditambah Rp8.000 per hak pilih,” kata Endang, Senin (4/11).