Sejak menggunakan aiÂr dari sumber itulah Âtempenya tidak pernah gagal.
Rustono berhasil memÂbuat tempe. Tantangan berikutnyaÂ: bagaimana bisa menjÂual tempe itu. Untuk lidah orang Jepang. ÂYang belum mengenal tÂempe sama sekali.
Tiap hari Rustono meÂndatangi restoran di ÂKyoto. Menawarkan terÂus tempenya. Dari pinÂtu ke pintu.
Baca Juga:Bea Cukai Musnahkan 372.468 RokokSiswa Pelajari Cara Membuat Membuat Keramik
Tidak muÂdah membuat orang asing membuÂkakan pintu. Untuk orÂang tidak dikenal. ApÂalagi berwajah asing.Â
Sudah bisa diduga: tÂidak ada yang mau menÂerimanya.
Rustono tidak putus Âasa. Tekadnya sudah terlalu bulat untuk jadi peÂngusaha.
Lebih banyak lagi reÂstoran yang ia datangÂi. Tidak juga ada yanÂg mau.
Mendatangi terus. DiÂtolak terus.
Setelah berhari-hari gagal, ia sampai padÂa putusan ini: membeÂrikan tempenya begitu saja. Ke pemilik sebÂuah restoran.
Caranya: saat menemuÂi pemilik restoran teÂrakhir itu ia tidak bÂicara apa pun. Ia lanÂgsung pegang tangan pÂemilik restoran itu. ÂIa taruh tempenya di Âtelapak tangannya. LaÂlu ia tinggal pergi.
Cara itu ia lakukan Âkarena terpaksa. KalaÂu Rustono minta ijin Âdulu pasti ditolak. BÂiar pun itu untuk memÂberikan tempenya secaÂra gratis.
Tapi optimisme RustoÂno tidak pernah padamÂ. Ia bertekad mencari rumah di pegunungan. Dekat hutan. Yang adÂa sumber airnya. Agar tidak selalu ke kuilÂ. Yang 30 km itu.
Rustono mencari lokaÂsi. Membangun rumah sÂendiri. Ditukangi senÂdiri. Dengan dibantu Âistri. Yang ikut mengÂangkat kayu. Atau menÂaikkan kayu.
Baca Juga:Rabbani Free Member Kompeni Diskon 50 % All ItemKredibilitas PT BPD Dipertanyakan, Penampungan Sementara Pedagang Rawan Bocor
Ia akan tinggal di rÂumah baru itu. Di sitÂu pula ia akan terus Âmemproduksi tempe.
Saat membangun rumah itulah Jepang lagi musiÂm salju. Apalagi di dÂesa Rustono ini. Yang Âdi lereng gunung. YanÂg ketinggiannya 900 mÂeter.
Yang saljunya lebih Âtebal.
Rustono tidak berhenÂti bekerja. Ia naik kÂe atap. Menyelesaikan rumahnya. Dengan menÂggigil kedinginan.