Oleh: Dahlan Iskan
Kok tensinya memanas begini: Taiwan memutuskan sesuatu yang sensitif. Akan mengadakan referendum.
Tanggal 24 Nopember nanti. Bersamaan dengan pilkada serentak di sana.
Persoalannya kira-kira begini: Di Olimpiade 2020 nanti delegasi Taiwan akan berdiri sendiri sebagai satu negara. Pertanyaan referendumya: setuju atau tidak.
Taiwan sudah memutuskan untuk memasuki zona bahaya. Tiongkok menganggap referendum itu merupakan langkah awal. Menuju referendum final: Taiwan merdeka, setuju atau tidak.
Baca Juga:Mantan Bendahara dan Sekwan Dibui, Terjerat Kasus Perjalanan Dinas FiktipBadan Amil Zakat Nasional Tagih Janji Pemkab
Sikap Tiongkok jelas: Taiwan adalah salah satu provinsinya. Langkah memerdekakan Taiwan akan dilawan. Dengan resiko apa pun. Biaya berapa pun. Nyawa siapa pun.
Memang referendum itu kelihatannya ‘hanya’ soal olahraga. Yang selama ini delegasi Taiwan disebut sebagai ‘China Taipei’. Sejak tahun 1971. Sejak hampir 50 tahun lalu.
Komite Olimpide Internasional juga sudah memutuskan: Mei lalu. Tidak akan ada perubahan apa pun. Termasuk penamaan delegasi dari Taiwan.
Olimpiade 2020 akan diselenggarakan di Tokyo. Jepang sudah siap. Saat saya ke Tokyo dua minggu lalu getarannya sudah terlihat.
Referendum di Taiwan itu hasilnya sudah bisa dipastikan: setuju. Artinya Taiwan akan hadir seperti negara merdeka.
Itu pun kalau Tokyo menerimanya. Kalau IOC menyetujuinya.
Persyaratan di referendum Taiwan itu agak aneh. Referendum dianggap sah biar pun yang ikut hanya 25 persen. Dari yang memiliki hak pilih: sekitar 19 juta orang.
Itu bisa dilihat dari pernyataan dukungan. Sampai kemarin sudah lebih 400 ribu orang yang menyatakan mendukung referendum. Angka itu diungkap oleh South China Morning Post, Hongkong.
Baca Juga:Cegah Tindak Kriminal, Polisi Razia KontrakanHari Kesehatan Nasional ke-54, “Ayo Hidup Sehat, Mulai Dari Kita”
Rasa nasionalisme di Taiwan memang lagi pasang. Terutama sejak Yin-Wen terpilih sebagai presiden. Wanita lajang berumur 57 tahun itu memang keturunan suku asli Taiwan. Ibunya.
Rasa nasionalisme itu kian membara saat Donald Trump terpilih sebagai presiden Amerika Serikat. Yang terang-terangan berdiri di belakang Taiwan. Bahkan memusuhi Tiongkok. Lewat perang dagangnya. Yang kian meningkat.
Rasanya situasi baru ini sangat mengkhawatirkan. Tidak seperti ketegangan selama ini. Kali ini ketegangannya benar-benar tegang. (Dahlan Iskan)