Kreatifitas pengelola Bank Sampah My Darling pantas mendapat acungan jempol. Di tangan terampil, para pengurus dan anggota komunitas pengelola bank sampah, sampah yang tak laku dijual justru jadi barang jadi yang bisa bernilai ekonomis.
LAPORAN: DAYAT ISKANDAR, Plered
Di antara karya yang unik yaitu berhasil menyulap pembalut dan pampers mampu menyulap pembalut dan pempers bekas jadi pas bunga.
Ditemui di rumahnya, Ketua Bank Sampah My Darling Lela Nurlela Rabu (14/11) di Kampung Cileutak RT 07/ RW02, Desa Gandasoli, Kecamatan Plered, Purwakarta, Lela Nurlela mengisahkan awal terbentuknya bank sampah tersebut.
Baca Juga:FKPAI Silaturahmi ke Baznas dan MUI, Bahas Sosialisasi Zakat dan Sertifikasi HalalGulirkan Desamart di 165 Desa, Pemkab KBB Siapkan Anggaran Melalui APBD
Dijelaskan, nama My darling sendiri kepanjangan dari masyarakat sadar lingkungan. Pendirianya baru berjalan dua bulan, namun soal kreasi dari timnya bisa diandalkan. Ia pun mengaku pernah mendapat bimbingan pelatihan dari Eco Village dari Dinas Lingkungan Hidup Pemprov Jabar.
Lalu bagaimana mengolah pampers dan pembalut bekas menjadi barang ekonomis? “Kita mulai praktik dengan mengolah limbah dari internal rumah sendiri dulu. Mulai dari pempers bekas anak sendiri dan pembalut lalu diurai dan dipisahkan antara jell yang ada dalam pembalut atau pempers. Setelah dicuci bersih dalam keadaan masih lunak pampers atau pembalut dibentuk,” tutur Lela Nurlela.
Menurutnya, jell itu bisa digunakan untuk pupuk tanaman jika jumlahnya cukup banyak. Sedangkan pas bunga hasil daur ulang dikeringkan dan diberi warna sesuai selera. Setelah itu baru dipromosikan sebagai produk baru Bank sampah My Darling.
Rupanya, tak hanya pempers dan pembalut wanita yang bisa didaur ulang sebagai barang jadi. Beberapa jenis sampah plastik yang tak laku dijual di penampungan sampah oleh tim kreasi bentukan Lela ini tetap bisa disulap.
“Pokoknya sampah plastik seperti bekas mie instan kita juga bisa rakit menjadi kursi duduk yang menarik. Itu tetap kita beli meski penampungan sampah lain menolaknya,” jelasnya.
Ia bersama timnya yang sudah beranggota 100 orang,
menjualnya seharga Rp100.000/unit. Lalu tempat air mineral di harga Rp30 ribu/unit serta barang barang lain yang semuanya berbahan baku sampah.