Dari gaya bicaranya masih terlihat sisa-sisa autisnya.
”Mengapa memilih fakuktas hukum?,” tanya saya.
”Saya mau jadi jaksa. Saya akan hadapi bapak saya di sidang-sidang,” jawabnya.
Terasa pahit kata-katanya. Begitu tinggi pembelaan pada ibunya.
”Senang di fakultas hukum?” tanya saya lagi.
”Tidak,” jawabnya.
”Kesenangan Anda apa?,” tanya saya.
”Menciptakan permainan game di komputer,” jawabnya.
”Pakai sofware apa?,”
”Yang gratisan. Seperti Opentoonz, Krita, Shotcut dan Blender 3D,” jawabnya.
Ia pun sangat antusias membicarakan software apa saja. Di penciptaan game itu. Yang saya tidak sepenuhnya mengerti.
Begitu cerdas anak ini. Saya menjadi was-was: jangan-jangan lingkungannya tidak memahami kecerdasannya.(dahlan iskan)