(Oleh : Ridho Budiman Utama,
Anggota Komisi II DPRD Jawa Barat)
SEMAKIN menurunnya ketersediaan Sumber Daya Manusia (SDM) di bidang pertanian menjadi salah satu persoalan yang dihadapi oleh bangsa Indonesia saat ini. Bertambahnya jumlah penduduk yang tidak diimbangi dengan pasokan pangan sesuai dengan kebutuhan kian menambah ketergantungan Indonesia kepada negara lain. Jika kondisi seperti ini terus dibiarkan tanpa adanya upaya strategis dari pengambil kebijkan, tidak mustahil kedaulatan negeri ini akan terganggu.
Julukan Indonesia sebagai negeri agraris pun mungkin saja hanya tinggal sebuah legenda, atau bahkan mitos yang benar – benar diragukan kebenarannya.
Kepala Badan Penyuluhan dan Pengembangan SDM Pertanian menyatakan, berdasarkan data dari Badan Pusat Statistik (BPS), pada tahun 2003 lalu jumlah rumah tangga petani mencapai 31 juta lebih. Sepuluh tahun kemudian (tahun 2013) jumlah tersebut menyusut hingga 26 juta rumah tangga saja. Sebagian dari mereka lebih memilih untuk mengalihkan usahanya ke bidang non pertanian.
Baca Juga:Dirut Baznas Ungkap Tiga Strategi Penggalangan DanaPemkab Segera Tetapkan Siaga Bencana
Penurunan jumlah rumah tangga petani tersebut terus terjadi hingga hari ini. Adapun usaha pertanian yang dipandang kurang menjanjikan menjadi alasan utama bagi sebagian masyarakat untuk meninggalkan sawah – sawah mereka. Paradigma semacam ini terutama dianut oleh sebagian besar generasi muda yang saat ini masih duduk di bangku – bangku sekolah maupun kampus. Alhasil, setiap masa tanam maupun waktu panen tiba, para petani kesulitan mencari tenaga kerja karena yang menggarap pertanian saat ini sebagian besarnya adalah orang – orang yang sudah tua.
Jika kita teliti lebih jauh, banyaknya petani ataupun keluarga petani yang memutuskan untuk “pensiun” dari dunia pertanian disebabkan oleh beberapa hal. Pertama, ketidakberpihakan pemerintah terhadap nasib para petani. Rendahnya harga gabah yang dipatok oleh pemerintah untuk membeli hasil panen dari para petani menjadi faktor utama yang mengakibatkan kesejahteraan para petani tak kunjung membaik sekalipun mereka bertindak sebagai pemilik lahan yang sah.
Harga yang ditetapkan oleh pemerintah sering kali tidak seimbang dengan biaya produksi yang telah dikeluarkan serta keringat yang dikucurkan. Selain itu besarnya resiko yang harus ditanggung oleh para petani apabila terjadi gagal panen pun menjadi alasan tersendiri bagi para petani untuk mengalihkan mata pencaharian mereka. Adapun keuntungan yang lebih besar justru dinikmati oleh para pemodal yang selama ini berperan sebagai distributor.