Oleh: Dahlan Iskan
Masuknya anak-anak muda ke Wardah seperti bara yang disiram bensin.
Baranya sudah menganga. Siap menyala. Begitu ditumpahi bensin tahulah hasilnya.
Bu Nurhayati bukan tipe orang tua lama: yang tidak mudah percaya pada anaknya. Yang menganggap anak dewasanya pun masih anak-anak. Yang perlu terus disusuinya.
Bu Nurhayati sebaliknya. Sedoktrin dengan saya.
Percaya pada anak muda. Toh anaknya sendiri.
Di tangan anak-anak muda itulah Wardah berubah.
Desain produknya diganti. Lebih modern. Lebih masa kini.
Penampilan modelnya diganti. Artis yang cantik. Saat itu. Berhijab tapi trendy.
Rasanya Wardah lah yang memulai: justru memilih model yang berhijab.
Tulisan Arab ‘wardah’ nya dihapus.
Baca Juga:Pembangunan Pusat Daur Ulang (PDU) Ditolak WargaRelokasi Pedagang Pasar Cilamaya Bikin Macet
Tahun 2009 adalah tahun melejitnya Wardah.
Saat ekonomi masih sulit. Dampak krisis moneter setahun sebelumnya.
Wardah justru tumbuh pesat.
Sejak itu pertumbuhannya tidak bisa dikendalikan.
“Kami sering tumbuh di atas 100 persen,” ujar bu Nurhayati. “Beberapa kali tumbuh 400 persen,” katanya.
Bagaimana tahun ini?
Ketika banyak pengusaha mengatakan ekonomi lagi lesu? “Wardah masih tumbuh 40 persen,” ujar Bu Nurhayati.
Semua itu tentu menarik perhatian. Termasuk perhatian para pengusaha kosmetik. Pun pemain kosmetik multi-nation al.
Banyak sekali perusahaan asing yang mendekati Wardah. Ingin mengakuisisinya.
Begitulah perusahaan multinasional. Ingin terus berkembang. Dengan cepat. Agar harga saham mereka naik dan naik. Di pasar modal.
Bu Nurhayati tidak mau melepas usahanya. Tidak mau seperti Wella. Tempat kerjanya dulu. Yang akhirnya dibeli asing. Dan nama Wella tenggelam. Atau ditenggelamkan.
Padahal, kalau mau kaya raya, jalan pintasnya sudah tersedia.
Tapi bu Nurhayati ingat 11.000 karyawannya. Yang sudah dia anggap sebagai keluarga.
Tapi begitulah perusahaan multi-nasional. Selalu mengincar siapa saja. Di seluruh dunia.
Apalagi mereka yang posisi pasarnya lagi terancam. Oleh produk domestik. Seperti Wardah.
Pertama: mereka berusaha menyainginya. Dengan segala cara.
Kedua: membelinya. Mengambil alihnya. Kalau langkah pertama itu gagal.
Ketiga: membunuhnya. Kalau perlu – – pinjam syair lagu– dengan cintanya.
Baca Juga:Paket Gratis Hari Bebas Ongkos Kirim (Harbokir) 2018 di HUT JNE Ke-28Sejumlah Perusahaan Abaikan Kebijakan Pemkab
Wardah ingin hidup dan berkembang sendiri. Ingin jadi tuan di rumah sendiri.