Kedua, hal – hal yang berkaitan dengan masalah yang secara umum dapat disebut sebagai “efektivitas peran”. Negara tidak seharusnya menyia-nyiakan bakat dan potensi yang dimiliki oleh kaum perempuan dalam mengembangkan sistem administrasi dan perekonomian yang berdaya saing tinggi. Maka dari itu, peluang yang dituangkan dalam Peraturan Komisi Pemilihan Umum (PKPU) No. 7/2013 pasal 27 ayat (1) huruf b menyangkut kuota 30 persen keterwakilan calon legislatif (caleg) perempuan di setiap daerah pemilihan (dapil) harus benar benar dimanfaatkan.
Di lain pihak, partai politik memiliki tugas besar untuk menghadirkan caleg – caleg perempuan yang berkualitas. Hal ini diperlukan agar ketika mereka berhasil duduk di parlemen sudah memiliki pengetahuan akan masalah – masalah krusial yang dihadapi oleh kaum perempuan. Pengetahuan tersebut diperlukan agar kebijakan – kebijakan yang dikeluarkan oleh eksekutif benar – benar berorientasi pada upaya pemecahan permasalahan yang dihadapi oleh kaum perempuan.
Adanya ketentuan 30 % caleg harus perempuan ini sebenarnya dimaksudkan untuk memberikan akses yang memadai bagi kaum perempuan agar dapat berpartisipasi dalam proses politik. Dengan demikian, adanya anggapan bahwa perempuan merupakan “warga kelas dua” pun seharusnya sudah tidak ada lagi. Terbukanya kesempatan yang lebih besar bagi kaum perempuan untuk menjadi calon anggota legislatif ini akan menjadikan mereka semakin mudah untuk memperjuangkan hak-haknya yang selama ini diremehkan kaum laki-laki. Banyak persoalan lain yang menyangkut masalah keperempuanan yang selama ini belum digarap dengan tuntas, akan memungkinkan diselesaikan secara substansial dan serius.
Baca Juga:Wuling Promo Khusus hingga Rp2 M, Ada Hadiah Langsung dan Diskon SpesialKoperasi Buruh Harus Segera Dibentuk
Peluang dan akses sudah terbuka ,tinggal kaum perempuan itu sendiri yang harus mampu menunjukkan kemauan dan kemampuannya beraktivitas di dunia politik. Dengan begitu, keberadaan mereka dapat digunakan sebagai standar penilaian prestasi sekaligus sebagai upaya menepis tuduhan bahwa pemberian kuota hanyalah sekedar belas kasihan kepada kaum perempuan. Kepentingan perempuan harus diperjuangkan agar mereka juga merasakan hasil dari kebijakan yang dikeluarkan oleh pemerintah.
Cukup banyak perempuan bekerja di malam hari yang harus dilindungi hak-hak dan keamanannya. Tidak sedikit pula perempuan yang bekerja di pabrik namun upah serta fasilitas lainnya belum memadai. Ibu-ibu dan emak-emak pedagang pasar malam atau pagi juga harus ditempatkan di lokasi yang layak agar nyaman dan tidak rugi. Selain itu ada juga pegawai rumah sakit yang kerja shif, permasalahan TKW serta segudang permasalahan perempuan lainnya yang harus segera diselesaikan.