Menurut dia, pertumbuhan SDM yang baik, Indonesia mesti belajar di luar negeri. Seperti Di negara-negara Eropa, 70 persen investasi SDM dipegang oleh industri. Contohnya di Amerika Serikat, kementerian yang membidangi ketenagerjaan tidak memiliki satupun vocational training center (pusat pelatihan vokasi).
“Selain dikelola oleh industri, vocational training center di Amerika Serikat dikelola oleh SP/SB. Jadi tidak hanya dipegang oleh pemerintah saja. Pemerintah hanya fokus pada persoalan regulasi saja,” katanya.
Saat ini, mayoritas pelatihan vokasi di Indonesia masih di kelola oleh pemerintah melalui pelatihan di Balai Latihan Kerja (BLK).”Oleh karena itu, maka pemerintah terus menggonjot pendidikan dan pelatihan vokasi agar mereka ini dapat punya skill yang memadai. Mempunyai skill yang bisa berubah. Dan skill yang bisa meningkatkan level pekerjaannya,” lanjut Hanif.
Baca Juga:Gundukkan Tanah Menggangu Jalur Latihan, Panitia Supermoto Diminta Tanggung JawabMenpora Terkejut Apel Pemuda Islam Dipermasalahkan
Selain pelatihan vokasi, Kemenaker juga menggenjot percepatan peningkatan skill SDM melalui pemagangan yang melibatkan dunia industri. Tahun ini, program pemagangan telah berhasil melibatkan 170 ribu peserta. Ditargetkan, tahun depan akan meningkat hingga 400 ribu peserta.
“Ini sebagai salah satu cara cepat untuk masifikasi dari SDM kita yang kompeten dan berkualitas tinggi sehingga mampu bersaing dengan pekerja dari negara lain,” ujarnya.
Hanif mengungkapkan, saat ini pasar kerja global sudah terintegrasi. Dengan adanya keterampilam yang memadai, tenaga kerja Indonesia dapat memilih pekerjaan di dalam negeri maupun di luar negeri.
“Dan orang punya kebebasan untuk bekerja di dalam negeri atau luar negeri. Yang terpenting adalah pemerintah memastikan masyarakat agar memiliki keterampilan,” tutupnya.(ygo/fin/man)