Lalu saya ajak istri saya ke mall. Yang satu komplek dengan gedung-gedung apartemen. Kelihatan seperti sebuah super block. Dari jauh.
Setelah dekat, istri saya tidak mau masuk. Bahkan tidak mau turun dari mobil. Saya paksa dia. Tepatnya saya tipu: ayo kita nonton film Bohemian Rhapsody. Anda kan belum nonton. Saya mau nonton sekali lagi. Saking baiknya.
Di gerbang mall itu air menggenang. Saya minta mobil mepet trap. Agar istri terhindar dari genangan. Rumput tumbuh di sekitar trap.
Baca Juga:Petani Butuh Bendungan di Sungai CikembangDorong Peningkatan Potensi dan Inovasi Desa
Kami masuk mall. Nyaris gelap. Padahal baru jam 3 sore. Banyak kipas angin berputar. Rasanya ada AC. Tapi tidak dingin.
Saya menuju eskalator. Tidak bergerak. Saya menuju lift. Tidak tahu tempatnya. Tersembunyi di balik pintu. Seperti lift barang. Dari tiga lift di situ ada satu yang dijalankan. Menuju lantai 6. Bioskop.
Kami melewati deretan pedagang apa saja. Ditata seperti di pasar. Jauh dari rasa mall. Ternyata gambar wayang Bohemian Rhapsody tidak lagi diputar. Sudah tidak ada yang menonton.
Istri saya kecewa.
Saya senang: bisa tahu situasi lesunya mall itu. Dan suramnya.
Keesokan harinya saya ke bandara Tawau. Mau terbang ke Tarakan. Bandara Tawau seperti terminal bus. Tidak bersih. Tidak teratur. Setara dengan bandara Tarakan. Hanya lebih ramai.
Untunglah di akhir perjalanan ini saya terhibur. Setelah di Berau. Melihat bandara Kabupaten Berau. Kecil tapi bersih. Rapi. Terawat baik. Lebih terhibur lagi saat di bandara Balikpapan. Yang modern itu.
Berau sudah mengalahkan Tawau. Balikpapan sudah mengalahkan Kota Kinabalu.
Sedikit lagi. (Dahlan Iskan)