Dalam mengurusi setiap orang yang mengidap gangguan kejiwaan, Agus dibantu oleh seorang anaknya yang paling besar. Sedangkan istrinya memasak untuk keperluan makan. Dalam satu hari Ustad Agus mengatakan harus memasak beras sampai satu karung demi memenuhi kebutuhan makannya. Untuk lauk pauknya maksimalkan semampu yang dia bisa.
“Sehari satu karung, itu sudah wajib. Sebab makan 3 kali sehari kan. Ada uang ya saya beli, tidak ada ya saya ngutang,” tambah Ustad Agus.
Entah sudah berapa banyak orang dengan ganguan kejiwaan yang ada di rumah Ustad Agus, pulang dengan jiwa yang sehat. Ustad Agus bahkan tidak bisa memprediksi berapa jumlahnya.
Para tetangga di sekitar rumahnya juga sudah biasa dan merasa tidak terganggu. Sebab menurutnya, pasien yang ia rawat selalu diajarkan hidup bersosial, kerja-kerja sosial seperti kerja bakti di lingkungannya. Ustad Agus selalu melibatkan pasiennya sebagai salah satu terapi kesembuhannya.
Baca Juga:Isi Kekosongan Posisi Bupati, Belum Diputuskan Pjs atau PlhPemasaran Produk Desa Didorong via Digital
“Mekanisme pengobatan di sini lebih di dekatkan pada Tuhan saja, dzikir, solat, mengaji, berdoa, tahlil, dan lain-lain. Sebab jika mereka teringat pada Tuhannya saya yakin ingatan-ingatan lain yang ada dalam pikiran dan jiwanya bisa terbuka,” tuturnya.
Agus mengatakan, tidak bisa banyak yang diharapkan dari pemerintahan untuk membiayai oprasional yayasan. Padahal kata dia, apa yang dilakukan adalah bentuk implementasi dari Pancasila; keadilan sosial bagi masyarakat Indonesia. Sekalipun hanya mengurusi orang dengan gangguan jiwa, yang luput dari perhatian pemerintah.
“Saya tau anggarannya ada untuk makan dan pengobatan orang dengan gangguan jiwa itu, tapi boro-boro didanai, dirawat, diberi makan, diobati saja tidak. Malah dibuang,” pungkasnya.(*/man)