Ahli Waris dapat Santunan dari Pemda
KARAWANG-Peringatan tragedi pembantaian Rawagede ke-71 dimanfaatkan keluarga korban Rawagede untuk berziarah, Selasa (11/12).
Salah seorang keluarga korban Rawagede, Nami (71) mengaku sangat penasaran dengan wajah ayahnya. Ia tak pernah ingat wajah ayahnya. Sebab ayahnya dibantai saat Nami berusia 3 bulan. Alhasil, sejak kecil ia tak pernah merasakan punya ayah lantaran ibunya tak pernah menikah lagi.
“Ayah saya namanya Gedut. Jadi salah satu korban pembantaian. Saya ingin ketemu tapi sejak kecil saya hanya ketemu kuburan ini,” kata Nami saat berziarah di kuburan ayahnya.
Baca Juga:Satpol PP Tutup 5 Minimarket Tak BerizinVocational Art & Sport Comptetition, Ajang Pengembangan Bakat dan Minat
Hal serupa juga dirasakan Awi (83). Ia mengaku masih meratapi kepergian kedua sepupunya, Atung dan Adul. Atung dan Adul adalah remaja yang tewas ditembak tentara Belanda.
“Atung dan Adul lari ke sungai untuk bersembunyi. Tapi mereka kepergok. Lantaran ketakutan mereka berangkulan dan ditembak dalam keadaan berangkulan,” kata Sukarman, menceritakan kisah pembantaian Atung dan Adul, sepupu Awi.
“Ibu mereka menceburkan diri ke sungai untuk mencari keduanya. Jenazahnya baru ditemukan tiga hari kemudian. Saya juga ikut nyari waktu itu,” tutur Awi.
Tidak seperti biasanya, peringatan tragedi Rawagede tahun ini diundur dua hari. Kali ini, peringatan dilakukan pada 11 Desember 2018. “Sebab tanggal 9 Desember jatuh pada hari Minggu. Para pejabat sedang libur,” kata Sukarman.
Dalam peringatan tragedi Rawagede ke -71. Sebanyak 489 ahli waris korban pembantaian melakukan ziarah dan doa bersama untuk leluhur mereka. Pemda setempat dan Yayasan Rawagede memberikan santunan kepada ahli waris korban pembantaian tentara Belanda.
“Mudah – mudahan peristiwa ini bisa jadi pelajaran karena perjuangan kemerdekaan itu tidak murah. Bahkan mengorbankan banyak nyawa,” kata Danilaga dari Dinas Sosial Kabupaten Karawang mewakili Bupati Cellica yang berhalangan hadir.
Pembantaian di Rawagede terjadi pada Selasa, 9 Desember 1947. Saat itu, 300 orang tentara Belanda mengepung Rawagede dari segala penjuru. Di bawah pimpinan Mayor Alphons Wijman, sekitar 300 tentara Belanda mengeledah rumah warga Rawagede. Mereka mencari keberadaan Kapten Lukas Kustario, pejuang republik yang sohor dengan julukan Begundal Karawang.
Lantaran tak mau memberitahukan keberadaan Lukas, tentara Belanda mengumpulkan laki – laki Rawagede dan membantai mereka dengan senapan. “Sangat sedikit yang selamat dalam peristiwa itu,” kata Sukarman.(aef/din)