Jalan panjang dan berliku nampaknya masih harus dilalui oleh para guru honorer dalam memperjuangkan hak – haknya. Setumpuk persyaratan administrasi dan terkadang tidak masuk akal harus dipenuhi oleh mereka yang merindukan kehidupan yang lebih baik itu. Adapun keinginan untuk meningkatkan kompetensinya terpaksa harus mereka kubur dalam – dalam hanya karena terbentur dengan aturan yang ada. Akibatnya, peningkatan kompetensi serta perbaikan kesejahteraan guru yang merupakan syarat mutlak tercapainya pendidikan yang berkualitas pun hanya menjadi wacana yang entah kapan untuk direalisasikan.
Adalah Peraturan Pemerintah Nomor 49 / Tahun 2018 tentang Manajemen Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK) yang saat ini tengah menjadi perbincangan hangat di kalangan guru honorer. Peraturan tersebut dikeluarkan oleh pemerintah sebagai jawaban atas tuntutan para guru honorer yang tidak berkesempatan untuk mengikuti seleksi Calon Pegawai Negeri Sipil (CPNS) yang digelar di berbagai daerah pada tahun ini.
Gaji yang cukup menjanjikan pun akan diberikan kepada mereka yang terpilih menjadi tenaga PPPK tersebut. Namun, seleksi super ketat nampaknya akan tetap diberlakukan untuk menjaring tenaga pendidik yang “berkualitas”. Alih – alih mendapatkan angin segar, para guru honorer pun akan kembali gigit jari apabila mereka tidak memenuhi persyaratan yang ditetapkan dalam seleksi tenaga PPPK.
Baca Juga:Yayasan Pendidikan Islam DR KHEZ Muttaqien Cetak 153 SarjanaPimpin KNPI, Asep Bakal Sambungkan Simpul Pemuda
Salah satu syarat yang harus dipenuhi oleh guru yang mengajukan diri sebagai tenaga PPPK adalah memiliki sertifikat pendidik. Kenyataan menunjukkan, tidak sedikit guru honorer yang saat ini mengabdi di sekolah – sekolah negeri belum memiliki sertifikat sebagai pendidik karena berbagai alasan.
Selain terkendala oleh linieritas ijazah dengan mata pelajaran yang diampu, berubah – ubahnya aturan tentang pelaksanaan program sertifikasi guru pun menjadi tantangan tersendiri yang harus dihadapi oleh mereka yang memiliki keinginan kuat untuk meningkatkan kompetensi sekaligus memperbaiki taraf hidupnya tersebut. Di samping itu sulitnya mendapatkan Nomor Unik Tenaga Pendidik dan Tenaga Kependidikan (NUPTK) serta Surat Keputusan (SK) dari kepala daerah juga menjadi penyebab banyaknya guru honorer yang enggan mengikuti program sertifikasi.
Berdasarkan pengalaman dari rekan sesama guru yang mengikuti Pendidikan Profesi Guru (PPG) pada tahun ini, teknis pelaksanaan program peningkatan kompetensi guru yang dilaksanakan saat ini jauh lebih sulit dibandingkan dengan tahun – tahun sebelumnya. Selain waktu pelaksanaan yang lebih panjang (5 – 6 bulan), banyaknya tugas yang harus diselesaikan pun menjadi tantangan tersendiri yang tidak mudah untuk dilalui. Selain itu para peserta juga harus siap dengan biaya yang harus mereka keluarkan selama proses pendidikan. Pemerintah hanya memberikan subsidi untuk proses perkuliahan saja, sedangkan biaya untuk keperluan lainnya harus ditanggung oleh para peserta.