Oleh : Afdul Soleh
*) Mahasiswa Jurusan Ilmu Politik UIN Sunan Gunung Djati Bandung
Tahun 2019 bisa jadi tahun politik paling panas sepanjang tahun-tahun politik yang terjadi. Dimulai dengan hashtag yang menyebar di Media Sosial tentang tahun politik 2019. Media Sosial tidak bisa dianggap ringan oleh politikus-politikus.
Yang menarik dari media sosial adalah demografi penggunanya yang rata-rata berusia muda. Selain itu, tentu saja popularitasnya di miliaran penduduk bumi. Hal ini pula yang membuat efektivitas iklan di media sosial kadang-kadang lebih efektif dibanding di televisi.
Media Sosial menjadi satu pendongkrak untuk anak muda melek politik.
Ada beberapa pihak yang melakukan survey lewat Media Sosial, sebut saja Najwa Sihab dan Lembaga Survey Indonesia. Lembaga Survey Indonesia melakukan survey atas Pilpres 2019 terhadap dua calon.
Baca Juga:Ponpes Al Athfal Juara Festival Sholawat NusantaraAting: Kades Harus Gali Potensi Desa
Tak hanya berpolitik positif, hal negatif juga tersebar di Media Sosial. Impact dari keterbukaan Media Sosial adalah mudah tersebarnya Informasi palsu atau yang seringkali disebut Hoax.
Masyarakat masih banyak yang tidak menerapkan saring sebelum sharing, seharusnya sebagai pengguna Media Sosial kita harus bijak dalam mencerna Informasi yang didapat. Sebelum menyebar luaskan Informasi ada baiknya kita pertanyakan kebenaranya, bahkan karena terlalu banyak penyebarang Hoax. Pemerintah mengeluarkan UU ITE untuk Hoax.
Lewat Media Sosial semua informasi dapat tersebar cepat tanpa batas, sangat sulit menganggulangi berita hoax melalui Media Sosial. Selain memang efektif untuk sarana kampanye positif, acapkali melalui media sosial juga terjadi blackcampane yang tak terkendali.
Media Sosial efektif sebagai sarana pertukaran ide. Penyebaran berbagai ide, termasuk isi kampanye via media sosial, berlangsung amat cepat dan hampir tanpa batas. Di Youtube lebih seringnya terjadi, ketika seseorang mengupload Video Kampanye maka dalam beberapa jam saja view dari Video tersebut mencapai ribuan kolom komentar akan dipenuhi opini-opini atas isi video tersebut.
Namun sayangnya, Netizen juga belum terlalu pandai berkomentar. Sering sekali terjadi kritik yang justru sebenarnya adalah hatespeech.
Sebenernya media social juga dapat jadi solusi meminimalkan ketidakadilan. Media sosial dapat jadi penyeimbang media siaran televisi yang sekarang tak lagi mampu mempertahankan independensi dan keadilannya. Televisi dimiliki pengusaha yang sekarang masuk berbagai partai. Kondisi ini menyebabkan media televisi tersebut menjadi corong partai politik sang pemilik. Terbukti dengan beberapa Berita yang terkadang lebih condong pada satu kubu.