Sifat kampanye di media sosial bisa merupakan kebalikan dari kampanye di dunia nyata. Jika di dunia nyata kampanye begitu berisik, keras suaranya tapi tanpa bukti nyata, di media sosial adalah antitesis dari berisik dan bising tersebut, yaitu bermakna. Setiap suara punya arti, memiliki pembuktiannya sendiri-sendiri.
Politik di media sosial bisa merupakan politik sejati, yaitu politik yang benar-benar berisi ide-ide dan aksi nyata untuk kebaikan umum. Inilah politik yang memiliki daya dobrak. Berbagai isu sosial yang menjadi beban masyarakat sering kali mendapatkan solusinya di media sosial.
Melihat kecepatan internet Indonesia yang terus membaik, dan meluasnya adopsi smartphone hingga ke seluruh penjuru tanah air, bisa dipastikan peran media sosial dalam persaingan politik di Indonesia akan kian menguat, dan fenomena di tingkat nasional ini pun telah diduplikasi oleh elite-elite tingkat lokal dalam pelaksanaan Pilkada.
Dikutip dari Geotimes ID. Direktur Eksekutif Institute for Transformation Studies (Intrans), Andi Saiful Haq, mengatakan di era sekarang ini penggunaan media sosial sebagai sarana aktivitas politik sepertinya sudah menjadi kewajiban. Terutama bagi organisasi partai politik maupun aktor politik.
Baca Juga:Ponpes Al Athfal Juara Festival Sholawat NusantaraAting: Kades Harus Gali Potensi Desa
Tidak hanya di Indonesia, bahkan di seluruh belahan dunia. Meski bukan lagi hal baru, partai politik dituntut untuk mampu menjawab tantangan ini. Sekaligus sebagai upaya untuk bertransformasi menjadi partai politik yang berbeda dari sebelumnya.
Keberadaan media sosial memungkinkan sosialisasi atau kampanye lebih tepat sasaran, tetapi dengan biaya relatif murah.
Generasi milenial disebut senang dengan sosok yang memberikan perubahan dan terbukti kerja nyata. Apalagi, bila didukung dengan tim yang mampu menyampaikan komunikasi politik dengan baik atau menggunakan simbol-simbol baru yang unik dan mudah diingat.(*)