Kondisi sosialnya atau kondisi faktual yang menyebabkan ini terjadi karena adanya konflik dan anarkisme yang di lakukan dalam upaya-upaya yang kita dapatkan terkait dengan mekanisme. Misalnya korupsi dan penyalah gunaan kekuasaan, maka dari itu di butuhkan yang namanya aturan hukum dan juga yang terkait dengan etika politik. Orang yang melanggar etik tidak akan tersentuh hukum, tapi orang yang melanggar hukum sudah tentu melanggar etik.
Ketika seseorang menjadi penjabat atau menjadi bagian dari pemerintah, seseorang akan berperan menjadi dirinya yang lain atau dalam pemikiran sosiolog Erving Goffman disebut dengan dramaturgi.
Dalam kasus ini, seorang pejabat akan menjadi dirinya yang lain yang berperan seolah melakukan sesuatu kebijakan yang selalu ditunjukan untuk kebaikan masyarakatnya sendiri, meskipun yang di ungkapkannya belum tentu benar adanya atau tidak sesuai dengan fakta.
Timbulnya Oligarki Partai Politik
Adapun tantangan yang harus di hadapi adalah pemahaman tentang nilai-nilai pancasila, dimana rakyat kita ini banyak yang kurang memahami itu. Banyak yang terlibat praktik Korupsi, Kolusi, Nepotisme (KKN), penyelenggara negara yang tidak memerankan fungsinya untuk masyarakat, oligarki sekarang sangat memusat begitupun dalam proses pemilihan umum, semuanya harus ada persetujuan dari Dewan Pimpinan Pusat (DPP). Dr. Ferry Kurnia Rizkiyansyah (Mantan Ketua KPU Jawa Barat) mengatakan, Untuk menjadi kepala daerah harus ada persetujuan DPP, untuk menjadi Caleg pun harus ada persetujuan DPP , bahkan untuk menjadi Calon Presiden dan Wakil Presiden pun harus ada persetujuan dari DPP yang mana itu bisa menimbulkan Oligarki partai politik yang luar biasa.
Maka siapakah yang harus menjalankan etika politik itu sendiri ? tentu semua pihak yang harus menjalankannya. Mulai dari penyelenggara negara, suprastruktur politik, pimpinan dan fungsionalis partai politik, organisasi kemasyarakatan, lembagai swadaya masyarakat, civil society termasuk para mahasiswa perguruan tinggi, dan tentunya masyakat. Ini menjadi poin penting subjek etika politik itu sendiri. Kita tidak hanya banyak berkomentar bahwa politik itu mengerikan, tapi kita juga harus mengetahui bagaimana etika berpolitik tersebut agar paham bagaimana kita melakukan peran sebagai masyarakat.(*)