Kasus yang menjerat 4 (empat) orang mantan Bupati Subang dan beberapa Aparatur Sipil Negara (ASN) yang tersangkut tindak pidana korupsi harus menjadi pelajaran mahal bagi pasangan Jimat-Akur dalam membangun Kabupaten Subang kedepan. Korupsi harus menjadi musuh yang secepatnya dipetakan dan diantisipasi. Perhelatan pilkada yang membutuhkan biaya sangat besar tidak harus menjadi alasan pasangan Jimat-Akur untuk melakukan tindak pidana korupsi. Jadikanlah jabatan Bupati dan Wakil Bupati untuk melayani dan mengabdi untuk rakyat.
Kabupaten Subang mempunyai potensi yang sangat besar untuk bisa menjadi lebih maju dengan di dukung sumber daya alam, sarana/prasarana dan sumber daya manusia yang mumpuni. Tentunya pasangan Jimat-Akur harus lebih kreatif dan inovatif dalam memanage sumber daya yang disebutkan diatas.
Pembangunan infrastruktur, khususnya jalan dan jembatan menjadi janji kedua pasangan Jimat-Akur dengan minimal Rp2 (dua) triliun. Tentunya nilai sebesar itu bukan untuk 1 (satu) tahun anggaran karena Anggaran Pendapatan Kabupaten Subang Tahun 2018 pun cuma Rp2,19 triliun. Penulis menilai rencana anggaran Rp2 (dua) triliun untuk jalan dan jembatan merupakan akumulasi selama 5 (lima) tahun jabatan. Kalau dibagi 5 tahun berarti per tahun Rp400 miliar. Tetapi perlu dicermati karena tanggung jawab jembatan dan jalan itu tidak hanya Pemda Subang. Ada juga tanggung jawab Pemerintah Pusat, Pemerintah Provinsi dan tentunya Pemerintah Kabupaten Subang. Apalagi sekarang ada dana desa (DD) yang digelontorkan langsung ke desa-desa untuk pembangunan infrastruktur, khususya jalan desa. Hal diatas harus menjadi perhatian untuk menghindari tumpang tindihnya anggaran.
Baca Juga:Resmikan Kantor PPK 5, Santuni Anak YatimPemdes Pusakaratu, Kembangkan Program Desmigratif
Dengan pengalaman 4 (empat) orang mantan Bupati Subang tersangkut tindak pidana korupsi, janji ketiga pasangan Jimat-Akur berencana kerja sama dengan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) untuk pencegahan dan penindakan korupsi.
Rencana tersebut baik tetapi tidak bisa menjamin bebas dari tindak pidana korupsi selama pasangan Jimat-Akur belum mempunyai cetak biru (blue print) dan komitmen pencegahan korupsi, khususnya di birokrasi mulai dari kantor Bupati/Wakil Bupati, DPRD, Organisasi Perangkat Daerah (OPD), Kantor Kecamatan sampai ke desa-desa. Ada beberapa potensi terjadinya tindak pidana korupsi ; pengadaan barang dan jasa, rekrutmen, rotasi dan mutasi jabatan, pemberian ijin, pengesahan anggaran dan regulasi, serta Dana Desa (DD) yang sekarang telah menjerat beberapa kepala desa. Disinilah perlunya pasangan Jimat-Akur bersatu menjaga marwah jangan sampai kena jebakan betmen birokrasi dengan mengkampanyekan wilayah bebas korupsi (WBK) termasuk jangan tergoda Kolusi, Korupsi dan Nepotisme (KKN) walau dengan para pihak pendukung pun.