Bentuk Bumdes untuk Tekan Peran Tengkulak
KALIJATI-Pembangunan jalan menjadi program prioritas Pemerintah Desa Tanggulun Barat. Tak dipungkiri, dengan luas wilayah mencapai 810.210 ha/m². Terdiri dari 3 dusun dengan 6 RW, juga 25 RT, membuat Tanggulun Barat menjadi salah satu desa terluas di Kecamatan Kalijati.
Keadaan tersebut membuat jalan di beberapa dusun di wilayah Desa Tanggulun Barat belum tergarap dengan maksimal. Keadaannya jalan yang masih rusak ini banyak dikeluhkan warganya. Hal itu membuat Kepala Desa Tanggulun Barat, Wawan memprioritaskan program kerjanya pada perbaikan jalan.
“Saya akan prioritaskan kerja saya pada pembangunan jalan, karena wilayah desa kami terluas, dengan jalan rusak terbanyak, melanjutkan pembangunan atau program kepala desa sebelumnya,” jelas Wawan pada Pasundan Ekspres, kemarin (7/1).
Wawan juga berharap, selain pembangunan fisik, dirinya bisa membangun sumber daya manusia di desanya. Apalagi dengan keadaan saat ini, menurut Wawan warganya sedang gencar berternak ikan. Perikanan menjadi sumber penghasilan warga Desa Tanggulun Barat, selain bertani, buruh pabrik dan perkebunan.
Baca Juga:Semrawut, Bupati Ruhimat Langsung Sidak Alun-alunJumlah Ormas/LSM Cukup Tinggi
“Saya akan memaksimalkan ekonomi masayarakat dengan peternakan ikan. Sebabkan saat ini di Desa Tanggulun Barat banyak warga yang menjadi peternak ikan. Sayang, karena sumber daya masyarakatnya terbatas, jadi hasilnya belum maksimal,” tambah Wawan.
Selama ini, kata Wawan, para peternak ikan di Desa Tanggulun Barat memasarkan hasil ternaknya ke beberapa daerah, seperti Cirata, Cijambe, dan Purwakarta.
Wawan juga mengaku sedang merumuskan pembentukan BUMDes untuk memfasilitasi ruang pemasaran para peternak ikan di desanya. Hal ini untuk mempersempit gerak tengkulak ikan yang kerap merusak harga saat masa panen datang.
“Saya mau menekan monompoli dagang dari tengkulak melalui BUMDes, agar penghasilan dari para peternak ini bisa makasimal,” tandasnya.
Wawan juga berharap, bisa tumbuh energisitas dari masyarakat dan pemerintas desa. Mengingat banyak hal yang harus dibenahi. Menurutnya air bersih saja masih kendala di beberapa wilayah. Seperti di Kampung Pasir Muncang, warga masih harus merogoh kocek hanya untuk menggali sumur dengan alasan kedalamannya 30 meter. Bahkan lebih.
“Di Pasir Muncang kesulitan air bersih. Musim hujan saja susah. Apalagi kemarau. Mungkin karena di sana dataran tinggi. Jadi gali sumur itu harus 30 meter. Bahkan lebih. Biayanya juga jadi lebih mahal. Bisa 2 atau 3 kali lipat. Sementara warga di sana mencari air dari sumber-sumber mata air, yang setiap saat belum tentu ada airnya,” pungkas Wawan. (idr/din)