Kedua, tempat penyimpanan ikan yang masih konvensional mengakibatkan hasil tangkapan tidak mampu bertahan lama dan cepat membusuk. Tempat penyimpanan ikan berupa alat pembeku atau freezer masih sangat langka di daerah – daerah sentra perikanan tangkap. Kondisi seperti ini tentunya akan sangat berbahaya bagi keberlangsungan hidup para nelayan yang menggantungkan hidupnya dari hasil tangkapan laut tersebut. Kerugian dalam jumlah besar mengintai setiap saat akibat ketiadaan tempat untuk menyimpan hasil tangkapan dalam keadaan aman.
Ketiga, minimnya peralatan teknologi yang dimiliki untuk keperluan aktivitas menangkap ikan menjadi persoalan tersendiri yang dihadapi oleh para nelayan. Peralatan untuk mengetahui cuaca ataupun potensi terjadinya badai maupun gelombang tinggi saat hendak berlayar mengakibatkan resiko kehilangan nyawa di tengah lautan semakin tinggi. Sebagian besar nelayan masih mengandalkan insting mereka dalam beraktivitas di atas perahu mereka. Selain itu minimnya akses informasi terkait harga, jumlah dan jenis ikan yang dibutuhkan di pasaran juga menjadi kendala bagi sebagian nelayan untuk memasarkan hasil tangkapan mereka.
Keempat, tingkat pendidikan sebagian nelayan yang tergolong rendah. Tidak maksimalnya jumlah tangkapan serta rendahnya kesadaran untuk menjaga keberlangsungan ekosistem bawah laut antara lain disebabkan oleh tingkat pendidikan yang relatif rendah. Kurangnya pengetahuan akan kondisi perairan serta ekosistem yang hidup di dalamnya tak jarang mengakibatkan kekayaan perairan Indonesia hanya dinikmati oleh segelintir orang saja. Tidak hanya itu, kondisi semacam ini juga tak jarang dimanfaatkan oleh para nelayan dari negara lain untuk mencuri ikan di perairan Indonesia. Begitu pun sebaliknya, tidak sedikit dari para nelayan kita yang terpaksa berurusan dengan aparat penegak hukum negara lain karena dugaan pelanggaran perbatasan saat hendak menangkap ikan.
Baca Juga:Isi Kekosongan Jabatan, Camat Lantik Dua Pjs KadesMelawat ke Gedung DPR RI, Hermansyah Bulatkan Tekad Demi Subang
Kelima, keterbatasan modal. Minimnya modal yang dimiliki juga menjadi hambatan bagi sebagian besar nelayan untuk menjalankan mata pencahariannya. Bagi nelayan kecil, biaya operasional sekitar 5 – 20 juta untuk sekali jalan tergolong besar. Akibatnya, dalam banyak kasus banyak nelayan yang terpaksa mengandangkan kapal milik mereka dan memutuskan untuk mencari pekerjaan lain.