Pada hakikatnya, banyaknya WNI yang memilih untuk mencari peruntungan di negeri orang disebabkan oleh dua hal, yaitu rendahnya upah di negeri ini serta terbatasnya lapangan kerja yang ada. Ironisnya, dalam banyak kasus yang berangkat untuk bekerja ke luar negeri justru kaum perempuan. Hal ini tentunya akan mendatangkan konsekuensi tersendiri di kemudian hari, khususnya bagi mereka yang telah berumah tangga. Ketiadaan sosok ibu di dalam keluarga mengakibatkan terganggunya proses pendidikan anak. Anak – anak yang ditinggalkan biasanya dititipkan kepada nenek atau saudara – saudaranya. Begitu pula dengan para suami yang ditinggalkan. Berbagai macam persoalan bermunculan seiring ketidakhadiran sosok seorang seorang istri di dalam rumah. Perselingkuhan dan perceraian sering kali terjadi dalam rumah tangga semacam ini.
Di sisi lain buruknya sistem perekrutan para buruh migran tersebut seakan menjadi bom waktu yang bisa meledak setiap saat. Banyaknya WNI yang meninggal di tempat kerja sejatinya tidak terjadi secara tiba – tiba, melainkan berawal dari proses rekrutmen yang tidak baik. Pemalsuan dokumen calon tenaga kerja yang melibatkan para calo, oknum petugas pembuat dokumen, oknum petugas imigrasi, sampai dengan para PJTKI nakal pada akhirnya merugikan kepentingan dari para tenaga kerja itu sendiri. Dalam banyak kasus, para buruh migran kita tidak dapat mendapatkan hak – haknya atau kesulitan saat berhadapan dengan hukum akibat ketidakjelasan status dan identitas yang mereka pegang selama berada di negara tujuan. Tidak mendapatkan gaji yang semestinya serta harus berhadapan dengan hukuman gantung merupakan dua hal yang sering dihadapi oleh para pahlawan devisa kita.
Untuk mencegah terulangnya kejadian serupa di masa yang akan datang, ada beberapa langkah yang perlu dilakukan oleh pemerintah. Pertama, memperbaiki sistem rekrutmen calon tenaga kerja. Legalitas calon tenaga kerja menjadi hal paling utama yang harus diperhatikan sebelum mereka diizinkan meninggalkan tanah air. Dalam hal ini integritas aparat di tingkat pusat sampai ke tingkat desa menjadi sebuah keniscayaan. Di samping itu, memastikan bahwa mereka yang berangkat ke luar negeri tersebut adalah orang – orang yang memiliki keterampilan khusus di sektor formal maupun non formal dan didukung dengan penguasaan bahasa asing yang memadai. Dalam konteks ini peran Balai Latihan Kerja atau BLK sangatlah diharapkan.