PURWAKARTA– Situasi tegang dan kerap terjadi teguran keras oleh Hakim dan JPU kepada sejumlah saksi menyelimuti sidang ke-7 kasus dugaan korupsi DPRD Purwakarta di Pengadilan Tipikor Bandung, Jumat (17/1).
Sejumlah saksi yang terdiri dari anggota Komisi 1 sebanyak 8 orang dan Komisi 4 sebanyak 11 orang harus terbata-bata menjawab pertantaan JPU dan Majelis Hakim. Saat saksi ditanya mengapa mau menandatangani kwitansi kosong yang disodorkan staf komisi saat pencairan SPPD.
Sebagaimana diketahui, total pagu anggaran program kegiatan dinas DPRD Purwakarta pada tahun 2016 mencapai Rp10,69 miliar, SP2D Rp9,39 miliar dan SPJ pengesahan mencapai Rp9,39 miliar. Diduga terjadi kerugian negara sebesar Rp2,4 miliar.
Baca Juga:Abu Bakar Ba’asyir Dibebaskan atas Dasar KemanusiaanKader PSI Diminta Ajak Warga Perangi Hoaks dan Menangkan Jokowi
Akibat perbuatan melawan hukum kedua terdakwa M Rifai mantan Sekwan dan U Hasan Pejabat Keuangan DPRD negara dirugikan Rp2,4 miliar. Menurut keterangan JPU dan diamini majelis hakim, kerugian ini terjadi karena anggota DPRD (saksi) mau menandatangani kwitansi kosong. Akhirnya dimanfaatkan oleh kedua terdakwa untuk pencairan dana fiktip.
Dari belasan saksi, kebanyakan menjawab hal itu dilakukan atas dasar percaya. Baik kepada staf komisi sebagai fasilitator maupun ke pejabat keuangan U Hasan. “Kami lakukan karena kami percaya,” jawab kebanyakan saksi.
Berbeda dengan Ahmad Sanusi Ketua Komisi 4. Dirinya mengaku dizoloimi atas kasus ini. “Jelas kami dizholimi, sejak menjabat sebagai anggota DPRD 2014 silam. Kami selalu disodorkan kwitansi kosong,” ujar Amor sapaan akrab Ahmad Sanusi.
Atas jawaban sejumlah saksi, JPU dan majelis hakim menegaskan agar saksi lebih memahami proses administrasi sesuai aturan. Jika membahayakan atau riskan, jangan dilakukan apalagi berkaitan dengan uang negara.
“Kenapa bapak-bapak dan ibu-ibu mau saja tanda tangan kwitansi kosong? Tau tidak gara-gara saksi mau tanda tangan kwitansi kosong, negara dirugikan sejumlah Rp2,4 miliar,” tanya JPU.
Pada sejumlah pembuktian berkas dan kwitansi yang dipegang oleh JPU dan Majelis Hakim, sejumlah saksi pun harus tertunduk dan menganggukan kepala, ketika kwitansi yang pernah ditanda tangani saksi ternyata menjadi kwitansi pencairan kegiatan fiktip yang dibantah sejumlah saksi.
“Sini lihat, ini tanda tangan saksi asli kan. Kalau memang tidak sama dengan jadwal yang terjadwalkan pada proker kenapa ada tanda-tangan pada DPPD?” tanya JPU kepada saksi di hadapan majelis Hakim juga disaksikan oleh terdakwa dan kuasa hukum terdakwa.