Data-data tersebut menggambarkan betapa daruratnya kasus prostitusi di negara kita ini. Tanpa di sadari, bisnis haram tersebut semakin mewabah di sekitar kita. Sikap abai kita selama ini menjadi salah satu alasan utama mengapa eksistensi bisnis prostitusi terus berkembang. Contoh ril di lapangan, cukup banyak perempuan usia muda dari keluarga miskin terobsesi dengan kehidupan serba cukup dan apa yang di inginkannya harus terwujud, yang menyebabkannya terjerumus dalam perilaku prostitusi. Hasrat memiliki barang-barang mewah, mau tak mau menuntutnya untuk mendapatkan uang dengan cara instan.
Misrisnya, meski sudah umum diketahui masyarakat, tapi perilaku tersebut terkesan dibiarkan begitu saja. Jadi sangat wajar sifat abai masyarakat selama ini membuat pelaku semakin agresif bahkan hingga ke media sosial. Kecanggihan tekhnologi yang seharusnya bisa lebih memudahkan kita untuk beraktifitas dalam pekerjaan atau belajar, justru di salah-gunakan untuk melancarkan bisnis prostitusi ini.
Berdasarkan hukum, pasal 296 junto pasal 506 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) hanya menjerat penyedia PSK/mucikari. Sayangnya belum ada hukum nasional yang menjerat pelaku seks dan pelanggannya. Sejauh ini, masih DKI Jakarta yang menjerat mereka dengan pasal 42 ayat (2) Perda DKI Jakarta Nomor 8 Tahun 2007 tentang Ketertiban Umum menyatakan bahwa : “Setiap orang dilarang : a. menjadi penjaja seks komersial, b. menyuruh, memfasilitasi, membujuk, memaksa orang lain untuk menjadi penjaja seks komersial, c. memakai jasa penjaja seks komersial”. Tindak pidana yang terdapat dalam Pasal 61 ayat (2) Perda a quo merupakan pelanggaran sehingga ancaman hukuman bagi PSK dan pengguna PSK adalah 20 (dua puluh) hari dan paling lama 60 (enam puluh) hari.
Baca Juga:Pemdes Bojongjaya Normalisasi Saluran dan Bangun Jalan BaruPanwascam Pusakanagara Upayakan Pencegahan Pelanggaran Pemilu
Mirisnya, meski jelas-jelas sudah ada aturan hukum tentang hal ini, tidak membuat para pelaku bisnis terlarang ini menjadi takut atau jera. Penegakan hukum terhadap para pelaku bisnis prostitusi ini dinilai masih sangat rendah. Karena hukum hanya menjerat mucikarinya saja, dan pelaku prostitusinya biasanya hanya dinyatakan sebagai korban yang hanya dikenai sanksi untuk menjalani program rehabilitasi. Sangat disayangkan, akibat lemahnya penegakan hukum kepada para pelaku seks komersil dan para penikmatnya, tanpa disadari justru akan membuat bisnis terlarang ini makin tumbuh subur.