Bagi negara kepulauan seperti Indonesia, melakukan import garam (terlebih dalam jumlah yang sangat besar) tentu saja menjadi sebuah ironi. Sebagai salah satu negara dengan garis pantai terpanjang di dunia, Indonesia seharusnya tidak lagi bergantung kepada negara lain dalam memenuhi kebutuhan garam di dalam negerinya. Penulis menyadari bahwa garam yang dihasilkan oleh sebagian petani kita memang belum memenuhi spesifikasi produk yang dibutuhkan oleh kalangan industri. Namun, kondisi tersebut hendaknya tidak selalu dijadikan dalih oleh pemerintah untuk mengeluarkan kebijakan import.
Pemerintah seharusnya berupaya semaksimal mungkin mengurangi jumlah import secara bertahap dan di saat yang bersamaan melakukan pembinaan dan memberikan pelatihan kepada para petani garam agar mampu menghasilkan produk sesuai dengan yang dibutuhkan oleh para konsumen.
Sebagaimana kita ketahui, konsumen garam di dalam negeri terbagi ke dalam beberapa segmen, yaitu industri Chlor Alkali Plant (CAP) untuk keperluan pembuatan kertas, petrokimia, industri farmasi dan kosmetik serta industri aneka pangan.
Baca Juga:H. Ruhimat: Kita Bukan Penguasa tapi Pelayan RakyatSambut Pelabuhan, Pemdes Patimban Siapkan Program
Selain itu kalangan lain seperti industri pengasinan ikan, industri penyamakan kulit, industri pakan ternak, industri tekstil dan resin, industri pengeboran minyak, serta industri sabun dan detergen pun membutuhkan garam dalam jumlah yang cukup besar. Artinya, peluang untuk memasarkan garam bagi para petani sebenarnya terbuka cukup luas. Yang perlu dilakukan hanyalah menyesuaikan spesifikasi garam sesuai dengan yang dibutuhkan oleh konsumen.
Untuk mewujudkan swasembada pangan (khususnya garam) sebagaimana yang dijanjikan, ada beberapa langkah strategis yang perlu dilakukan. Pertama, melakukan pembenahan terkait pengelolaan data produksi garam dalam negeri. Keakuratan data terkait jumlah keseluruhan produksi garam yang dihasilkan oleh para petambak garam serta garam yang dihasilkan oleh Badan Usaha Milik Negara (PT Garam) akan sangat menentukan kebijakan yang diambil oleh Kementerian Perdagangan. Artinya, kebijakan import garam yang dilakukan hendaknya benar – benar dimaksudkan untuk menutupi kekurangan stok garam di dalam negeri.
Di samping itu pemerintah juga perlu memastikan bahwa import yang dilakukan tidak akan berpengaruh tehadap harga garam secara signifikan serta tidak akan mengganggu daya serap garam petani di pasaran.