Pemrakarsa Belum Serahkan Proposal Hasil Revisi
NGAMPRAH – Kelanjutan rencana mega proyek Cable Car di Kecamatan Lembang, Kabupaten Bandung Barat (KBB), hingga kini belum jelas. Pasalnya, hingga saat ini pihak pemrakarsa, dalam hal ini BUMD PT PMGS dengan PT. Aditya Dharmaputra Persada, belum menyerahkan kembali proposal revisi nomenklatur trase proyek tersebut.
Kepala Bidang Teknik dan Prasarana pada Dinas Perhubungan (Dishub) KBB, A Fauzan mengatakan, belum ada kelanjutan proyek cable car tersebut. Awalnya pada nomenklatur proposal pertama trase cable car ditulis mulai dari objek wisata Farmhouse-Floating Market, namun dalam aturannya tidak boleh menggunakan nama objek wisata, sehingga harus direvisi nomenklaturnya menjadi Desa Gudangkahuripan-Desa Lembang.
“Sampai saat ini revisi proposalnya belum kami terima lagi, jadi belum bisa diproses untuk perijinan. Karena pada proposal pertama nomenklatur trase harus diganti, dalam aturannya tidak boleh nama dari pihak komersil,” kata Fauzan kepada Pasundan Ekspres di Ngamprah, Selasa (22/1).
Baca Juga:Pemda Provinsi Jawa Barat Dorong Lembaga Jasa Keuangan Masuk DesaAang Jabat Kades Parigimulya hingga 2025
Selain itu, kata dia, pembangunan proyek investasi pihak swasta tersebut masih terganjal persoalan status tanah sebagai rute yang dilalui. Pasalnya, lahan yang akan di lewati sepanjang trase itu harus jelas statusnya.
“Yang terpenting status tanahnya dulu harus clear, karena trasenya akan melewati rumah warga atau tanah kosong. Apakah nantinya bisa dibebaskan tanahnya atau dikerjasamakan, itu tergantung pemrakarsa proyek tersebut,” ungkapnya.
Dia menambahkan berdasarkan laporan dari desa setempat, ada 8 kepala keluarga (KK) yang akan terlewati jalur cable car. Padahal, idealnya lahan yang harus clear untuk trase cable car itu seluas 15 meter (kanan-kiri).
“Kalau untuk stasiun memang tidak terlalu sulit karena bisa di pusatkan di satu titik. Tapi untuk jalur yang dilewati akan melalui tanah dan bangunan yang lain. Sementara jalur cable car ini direncanakan akan menempuh jarak 1,5 kilometer,” jelasnya.
Meski demikian, lanjut Fauzan, pada prinsipnya Pemkab Bandung Barat sangat mendorong proyek tersebut. Jika proyek tersebut berhasil terwujud, hal ini bisa menjadi proyek pertama di Indonesia yang dilakukan oleh Pemerintah Daerah.
“Kami berperan untuk memberikan ijin operasional. Tapi sebelum ijin itu keluar, harus ada persetujuan terlebih dulu dari Pemerintah Provinsi dan Pemerintah Pusat,” pungkasnya.