Untuk memperbesar peluang kemenangan, Prabowo juga mengirim utusan ke Megawati agar PDIP mendukung pasangan Jokowi-Ahok. Padahal saat itu PDIP santer akan mendukung petahana Fauzi Bowo berpasangan dengan kader PDIP Adang Ruchiyatna. Selain maraknya juga disebut nama Walikota Surabaya Tri Risma Maharani yang digadang cocok memimpin Jakarta.
Lobi Prabowo berhasil, melalui Sekjen PDIP saat itu Tjahjo Kumolo, Ahok diminta bertemu elit PDIP di Megawati Institut. Kemudian PDIP akhirnya menyatakan mendukung pasangan Jokowi-Ahok. “Koalisi PDI Perjuangan dan Gerindra ditambah dukungan partai-partai lain yang tidak memiliki kursi DPRD DKI mendukung Jokowi sebagai cagub DKI,” kata Tjahjo Kumolo kepada media.
Diusung koalisi PDIP, Gerindra dan 24 parpol nonparlemen lainnya, Jokowi-Ahok mendaftarkan diri ke KPU pada 3 Maret 2012 lalu. Ahok pun mundur dari Parai Golkar yang lebih memilih calon petahana. Dengan penuh kekompakan, Prabowo dan Megawati sama-sama mengkampanyekan Jokowi-Ahok dengan menjanjikan perubahan untuk Jakarta. Berbalut pakaian kotak-kotak sebagai simbol politik.
Baca Juga:Jika Kadis Diciduk KPK adalah Tragedi, Ada yang Lebih MengerikanTak Ada Kontribusi ke Pemda, Solusi Bupati untuk Tiga BUMD Ditunggu
Sejarah baru bagi Jakarta akhirnya tercipta. Pertama kalinya warga DKI Jakarta memilih calon yang “diimpor” dari luar Jakarta. Jokowi-Ahok berhasil meraup suara 53,8 persen menumbangkan petahana Fauzi Bowo-Nara.
Kemesraan Prabowo, Jokowi dan Ahok tidak bertahan lama. Setelah secara mengejutkan PDIP memilih mendukung Jokowi menjadi Capres 2014. Padahal Prabowo berharap PDIP memenuhi Perjanjian Batu Tulis di Hambalang, Bogor pada 16 Mei 2009 lalu. Perjanjian itu ditanda tangani Prabowo dan Megawati. Pada poin ketujuh tertulis bahwa Megawati akan mendukung Prabowo sebagai Capres pada Pilpres 2014.
Tapi PDIP membantah bahwa perjanjian itu sudah tidak berlaku. Sebab pasangan Megawati-Prabowo kalah dalam Pilpres 2009 tersebut. “Karena ini tidak terpilih, jadi secara moral dan etika itu tidak berlaku. Kalau waktu itu Mega terpilih, mungkin bisa berguna pencapresan Prabowo,” tandas politisi PDIP Sadarto Danusubroto seperti yang dirilis rmol.com, 18 Maret 2014 lalu.
Prabowo tidak merasa turun derajat dan gensi berhadapan dengan orang yang dia usung. Pada Pilpres 2014 Prabowo harus rela berhadapan dengan Jokowi. Lalu harus menerima kenyataan pahit, Prabowo dikalahkan Jokowi.
“Pengkhiatan” masih terus berlanjut. Setelah menduduki kursi Gubernur DKI yang ditinggalkan Jokowi, Ahok juga meninggalkan Prabowo sekaligus mundur dari Partai Gerindra. Ahok mundur karena alasan Gerindra mendukung wacana RUU pemilihan kepala daerah oleh DPRD. Tapi Prabowo melawan dengan tidak membiarkan DKI Jakarta kembali dipimpin Ahok. Tokoh yang diusung Prabowo yaitu Anies Baswedan-Sandiaga Uno berhasil memenangi Pilgub DKI Jakarta 2016. Ahok pun terjungkal hingga masuk penjara tersandung kasus penistaan agama.