Kedua, pendapatan petani yang rendah mengikis minat generasi muda untuk terjun ke sektor pertanian. Contohnya, pendapatan  petani padi sawah di Indonesia hanya sekitar 4,95 juta per hektar per musim tanam atau sekitar 1,65 juta rupiah per bulan.
Ketiga, akses terhadap lahan semakin sulit disebabkan lahan pertanian banyak yang dialihfungsikan menjadi lahan pemukiman atau pusat perdagangan. Harga tanah yang melambung dari tahun ke tahun menjadi salah satu alasan masyarakat pedesaan memilih untuk menjual lahannya dibandingkan mengusahakan lahan tersebut. Hal ini dibuktikan dengan kenaikan jumlah rumah tangga petani gurem yaitu rumah tangga pengguna lahan pertanian kurang dari 0,5 ha. Menurut data Survei Pertanian Antar Sensus (SUTAS) 2018, jumlah rumah tangga petani gurem mengalami kenaikan sebesar 5,95 persen atau bertambah 180.884 rumah tangga dibandingkan tahun 2013.
Keempat, ongkos produksi usaha pertanian cukup tinggi. Sebagai contoh, untuk satu hektar lahan sawah per musim tanam membutuhkan ongkos produksi sebesar 13,55 juta rupiah. Sekitar 48,79 persen dari ongkos tersebut adalah upah untuk tenaga kerja.
Baca Juga:Novi Kunjungi Warga Terdampak Banjir, Serap Aspirasi dan SolusiNiko Rinaldo Minta Do’a Restu di Pileg 2019
Kelima, kurangnya edukasi mengenai pertanian ke generasi muda terutama mengenai modernisasi di bidang pertanian. Masih banyak generasi muda yang beranggapan metode pertanian saat ini tidak ada bedanya dengan metode pertanian zaman dulu, padahal generasi muda memiliki potensi untuk memajukan sektor pertanian dengan modernisasi yang ada saat ini.
Bagaimana menarik minat generasi muda menjadi petani?
Banyaknya petani yang hidup dibawah garis kemiskinan menjadikan generasi muda kita enggan menjadi petani. Lantas bagaimana agar mereka tertarik menjadi petani di masa mendatang? Tentunya petani kita harus memiliki kehidupan yang sejahtera. Upaya yang dilakukan untuk meningkatkan kesejahteraan petani yaitu dengan adanya mekanisasi. Bantuan alat mesin pertanian modern ini diharapkan dapat menekan ongkos biaya produksi dikarenakan proses pengolahan lahan, panen dan pasca panen bisa lebih cepat. Selain itu pemerintah diharapkan dapat menjaga kestabilan harga dan membantu sistem pemasarannya. Kebijakan impor pun menjadi hal yang perlu diperhatikan agar komoditas petani kita tidak kalah bersaing dengan komoditas impor, selain itu pemerintah diharapkan dapat memperketat perijinan lahan pertanian yang akan dijadikan lahan non pertanian guna mengatasi laju alih fungsi lahan. Dan terakhir, edukasi tentang pertanian ke generasi muda perlu dilakukan secara masif dan komprehensif agar menumbuhkan rasa cinta generasi muda terhadap pertanian. Semoga kedepan semakin banyak generasi muda yang dapat memajukan sektor pertanian di Jawa Barat dan di Indonesia tentunya. (*)