PUBLIK dikejutkan dengan beredarnya tabloid ‘Obor Rakyat’ yang beredar menjelang Pilpres 2014 lalu. Tabloid itu dinilai tendensius memojokkan capres Jokowi dengan memuat judul utama “Capres Boneka”.
Bukan hanya dinilai tidak memperhatikan kode etik jurnalistik selayaknya media massa, Pengadilan juga memutuskan bahwa isi tabloid itu bukan fakta sebenarnya, tapi fitnah dan penghinaan. Sehingga memutuskan bahwa hal itu masuk ranah pidana bukan perkara kode etik jurnalistik.
Hingga akhirnya penerbit Obor Rakyat Setyardi Budiono (43) dan Pemred Darmawan Spriyosa (44) dijatuhi hukuman 8 bulan penjara. Keduanya terbukti melanggar pasal pencemaran nama baik.
Baca Juga:KONI Kisruh, Pengurus Layangkan Mosi Tidak Percaya ke YoyoJNE Dorong Pelaku UMKM Gunakan Strategi Digital
Di penghujung tahun 2018, muncul lagi tabloid yang bernuansa memjokkan salahsatu capres kontestan Pilpres 2019. Namanya Tabloid ‘Indonesia Barokah’. Jika dulu Jokowi, kini giliran hal negatif Capres Prabowo yang dikupas tabloid tersebut. Meski tidak terlalu sarkasme seperti ‘Obor Rakyat’. Tabloid yang mencantumkan edisi perdana Desember 2018 itu mengupas gerakan Reuni 212 dan dikaitkan dengan Capres dan tim sukses Prabowo.
Tabloid dengan logo kubah masjid nuansa merah-hijau-putih itu memuat judul laporan utamanya: ‘Reuni 212: Kepentingan Umat atau Kepentingan Politik?’. Dalam uraiannya, memaparkan bahwa Reuni 212 tahun 2017 sarat dengan kepentingan politik. Sebab dihadiri sejumlah takoh politik, tim sukses hingga capres Prabowo Subianto. Dikutip pula sejumlah pendapat dari para tokoh agama dan organisasi Islam terkemuka seperti Ketua ICMI Jimly As-shidiqi dan Mantan Ketua MK Mahfud MD. Juga pendapat dari Ketua MUI Jabar Rahmat Syafe’i yang menyatakan bahwa Reuni 212 tidak murni kegiatan keagamaan.
Tabloid yang beralamat redaksi di Bekasi ini, di halaman 5 mengupas kemarahan Prabowo terhadap media yang tidak memuat aksi Reuni 212. Dikaitkan pula pengerahan massa tersebut bagian dari strategi Prabowo untuk melegitimasi publik bahwa dirinya mendapat banyak dukungan. Hal ini diperkuat oleh pendapat dosen ilmu politik UGM Arya Budi yang menilai bahwa Prabowo tengah menjalankan strategi bandwagon effect. Untuk mempengaruhi pemilih yang minim informasi dan mudah terbawa.
Sedangkan pada halaman 6 masih dalam rubrik Liputan Khusus, dikupas pula strategi kampanye Prabowo. Tanpa mengutip ketarangan dari nara sumber ahli politik atau kampanye, artikel pada halaman 6 ini cenderung langsung menjustifikasi bahwa Prabowo menjalankan strategi ‘farehouse of falshood’ atau strategi semprotan kebohongan. Baru kemudian ada pendapat ahli yang menjelaskan apa dan bagaimana strategi itu bekerja.