Setelah lewat dua bulan pembayaran cair. Sekaligus. Banyak sekali. Eka menjadi banyak uang lagi. Utangnya pun lunas.
Eka menjadi akrab dengan tentara. Tentara juga begitu. Merasa Eka orang yang berjasa. Kesempatan pun terbuka. Eka boleh memanfaatkan kapal tentara. Yang pulang ke Makassar dalam keadaan kosong. Setelah mengirim tentara ke Manado.
Eka pun memuatinya dengan kopra. Yang melimpah di Manado. Dengan harga murah. Ia jual di Makassar. Dengan harga tinggi.
Jadilah Eka pedagang kopra. Ia sering pergi ke Manado, Palu, Toli-toli, Maluku. Pusat-pusat kopra ia kuasai.
Ia pun sudah berani carter kapal. Untuk kirim kopra dari Manado ke Surabaya dan Jakarta. Jaringan dagangnya kian luas.
Baca Juga:Kang Emil Ajak Warga Garut Lihat Prospek Ril Jokowi Dua PriodeJimy Galang Dana Patungan Biayai Perbaikan Rumah Warga
Suatu saat ia sudah mengumpulkan 3 ribu ton kopra di Manado. Ia carter kapal besar dari Jakarta. Untuk ukuran saat itu. Ketika kapal tiba pecahlah pemberontakan Permesta. Terjadi perang. Eka menyelamatkan diri. Kopra 3 ribu ton ia tinggal. Kapal carterannya kembali ke Surabaya hanya membawa dirinya.
Eka bangkrut untuk keempat kalinya.
Ia tidak mau lagi tinggal di Makassar. Ia ingin pindah Surabaya. Di daerah yang lebih aman. Yang memungkinkan bisnis berkembang.
Di Surabaya Eka ditampung di kamar temannya. Ukuran 2 x 3 meter. Ia hanya membawa modal kepercayaan. Dan nama baik.
Ia pun menghadap Pangdam Brawijaya, Mayjen Basuki Rahmat. Diijinkan pula mengisi kapal tentara dengan barang dagangannya. Kapal itu berangkat ke Sulawesi membawa bahan makanan. Balik ke Surabaya kosong. Hasilnya dibagi dua: tentara mendapat 25 persennya.
Di Surabayalah Eka berkembang pesat. Dengan pabrik minyak kelapanya. Dari Surabaya merambah Indonesia. Tidak pernah bangkrut lagi.
Waktu saya berumur 40 tahun saya bertanya pada pak Eka: Apakah masih membayangkan bahwa suatu saat akan bangkrut lagi. Untuk kelima kalinya.
“Sekarang sudah tidak mungkin lagi bangkrut. Sudah terlalu besar untuk bisa bangkrut,” katanya.
Itu tahun 1992. Diucapkan di Surabaya. Kepada saya.
Saat itu Pak Eka sudah menjadi orang terkaya kedua di Indonesia. Setelah Liem Soe Liong. Pabrik minyak gorengnya sudah yang terbesar di Indonesia. Pabrik kertasnya terbesar di Asia. Bisnis Grup Sinar Mas sudah merambah ke segala arah.