(Oleh : Ridho Budiman Utama,
Anggota Komisi II DPRD Jawa Barat)
Pernyataan Menteri Perdagangan terkait penggunaan gula lokal untuk kebutuhan produk olahan makanan mendapatkan reaksi keras dari berbagai kalangan. Mendag yang merupakan alumni Universitas Pendidikan Indonesia tersebut mengatakan, dodol yang menggunakan gula lokal dalam proses pembuatannya relatif tidak mampu bertahan lama dibandingkan dengan gula import. Pernyataan tersebut ia sampaikan di tengah kecaman publik atas kebijakan pemerintah yang melakukan import gula dalam jumlah yang cukup besar. Kebijakan tersebut dinilai merugikan kepentingan para petani tebu dan pengusaha gula lokal yang selama ini telah berjasa besar dalam memenuhi kebutuhan gula nasional. Pernyataan Mendag tersebut juga dianggap sebagai upaya pembunuhan karakter terhadap para petani dan pengusaha dalam negeri.
Menyikapi pernyataan Menteri Perdagangan tersebut, pengakuan demi pengakuan dari berbagai kalangan pun bermunculan, salah satunya dari salah seorang pengusaha dodol cukup ternama di Garut. Menurutnya, apa yang disampaikan oleh Menteri Perdagangan tersebut sama sekali tidak berdasar. Berdasarkan pengalamannya selama puluhan tahun memproduksi dodol, sekalipun tak pernah ia menggunakan gula import dalam proses pembuatan dodol miliknya. Sebaliknya, gula lokal selalu menjadi andalan dalam menjalankan usahanya karena terbukti mampu membuat dodol buatannya bertahan lebih lama dibandingkan dengan menggunakan gula import.
Video pengakuan pengusahaa dodol garut yang diunggah di media sosial tersebut seakan menjadi tamparan keras bagi (pejabat) pemerintah yang selama ini (terkesan) selalu mencari pembenaran akan kebijakannya dalam melakukan import pangan.
Baca Juga:LMAN Bayar Uang Ganti Rugi Proyek Pelabuhan PatimbanJamaludin Ingin Transparan Membangun Desa
Sebagian masyarakat menuding Menteri Perdagangan telah menyebarkan berita menyesatkan melalui pernyataannya terkait kualitas gula lokal. Dalam setahun terakhir, Kementerian Perdagangan memang selalu menjadi sorotan masyarakat karena kebijakannya yang (dianggap) tidak masuk akal. Gula bukanlah satu – satunya komoditi yang diimport dari luar. Pemerintah juga membuka keran import untuk komoditi lain seperti beras, jagung dan garam. Import beras menjadi polemik di tengah masyarakat karena dilakukan menjelang musim panen. Hal ini berakibat pada rendahnya harga gabah di tingkat petani serta hasil produksi padi yang tidak terserap secara maksimal.