Meski demikian, Tisha mengaku tidak mengetahui dokumen-dokumen apa saja yang dibawa oleh tim Satgas Anti-Mafia Bola dalam penggeledahan tersebut. Pada intinya, Tisha mengaku bahwa PSSI selalu koorperatif dalam membantu pemecahan kasus pengaturan skor tersebut.
“Saya tidak tahu (dokumen). Saya ada di sana (dalam penggeledahan) karena saya mengibaratkan diri saya adalah tuan rumah yang mempersilahkan tamunya. Saya tegaskan kembali, intinya kami sangat terbuka. Kami selalu komitmen selama 24 jam untuk hal ini,” tutur Tisha.
“Apapun yang dicari (Satgas Anti-Mafia Bola) itu bisa dibicarakan denga kami, maka kita akan menunjukkan yang mananya, ketika saat pemeriksaan-pun akan kami carikan apa yang diminta. Intinya dalam hal ini kami selalu mendukung kepolisian, itu intinya,” sambungnya menandaskan.
Baca Juga:Disnakertrans Launching LTSA, Lebih Mudah Urus Syarat Kerja TerintegrasiRumah Sejarah Lanud Akan Direvitalisasi, Jejak Sejarah untuk Menarik Milenial
Sementara itu, Kepala Biro Penerangan Masyarakat Divisi Humas Polri, Brigjen Pol Dedi Prasetyo, mengatakan penggeledahan yang dilakukan pihaknya terhadap dua kantor PSSI itu sebagai tindak lanjut penyidikan untuk mencari alat bukti terkait masalah mekanisme pertandingan sepak bola di Tanah Air.
Menurutnya, mekanisme pertandingan itu berupa legalitas liga di Indonesia serta terkait penujukkan perangkat serta wasit pertandingan dan juga lain-lainnya.
“Penggeledaha ini kita lakukan dalam rangka mengungkapkan secara komperensif apa yang telah terjadi di Liga 3, karena di Liga 2, saat ini sedang dalam pendalaman,” tutur Dedi.
“Dan saat ini kita sudah masuk di Liga 1. Untuk pintu masuknya semuanya yakni terkait pengaturan skor Liga 3, 2, 1 ada di dua kantor PSSI, dan itu kita lakukan penggeledahan,” tukas Dedi.
Seperti diketahui, Satgas Anti-Mafia Bola telah menetapkan 11 tersangka terkait kasus pengaturan skor ini. Para tersangka yang sudah berhasil diamankan itu mulai dari wasit hingga anggota Komisi Disiplin PSSI.
Guna mempertanggungjawabkan perbuatannya, para tersangka dijerat dengan dugaan tindak pidana penipuan dan/atau penggelapan dan/atau tindak pidana suap dan/atau tindak pidana pencucian uang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 378 KUHP dan/atau Pasal 372 KUHP dan/atau UU No 11 Tahun 1980 tentang Tindak Pidana Suap dan/atau Pasal 3, 4, dan 5 UU Nomor 8 Tahun 2010 tentang TPPU. (gie/fin/wsa)