Kurangnya perhatian pemerintah terhadap kondisi lahan pertanian di tanah air pada akhirnya menempatkan Indonesia pada posisi yang cukup sulit. Ketidakmampuan pemerintah dalam memenuhi kebutuhan pangan bagi warganya pada akhirnya mengakibatkan ketergantungan kepada negara lain. Kondisi tersebut rupanya ditangkap sebagai peluang oleh para pihak – pihak tertentu untuk mendapatkan keuntungan yang sebesar – besarnya sekalipun merugikan kepentingan para petani lokal. Import beras yang dilakukan menjelang masa panen dan dalam jumlah yang melebihi kebutuhan merupakan pukulan berat bagi para petani lokal yang selama ini mengandalkan mata pencahariannya dari berladang.
Menurunnya jumlah produksi pangan sebagaimana digambarkan oleh BPS di awal paragraf merupakan ancaman serius bagi kedaulatan pangan kita. Untuk itu diperlukan langkah – langkah strategis dalam menghadapi ancaman kekurangan pangan di masa yang akan datang. Adapun inovasi di bidang pertanian menjadi sebuah keniscayaan dalam upaya meningkatkan kualitas dan kuantitas pangan yang dihasilkan. Inovasi tersebut dapat dilakukan dalam bentuk penggunaan teknik bercocok tanam yang lebih modern, peremajaan alat – alat pertanian, sampai dengan penggunaan bibit unggul. Tak sampai disitu, penelitian dan pengembangan lebih lanjut tentang benih unggul pun yang harus digunakan saat bertanam pun perlu terus dilakukan di samping meningkatkan upaya pencegahan terhadap penyakit atau hama tanaman yang ramah lingkungan. Untuk itu peran balai – balai penelitian serta kalangan akademisi pertanian pun sangat diharapkan dalam membantu aktivitas para petani.
Selain melakukan inovasi secara berkelanjutan, diversifikasi pangan menjadi hal yang sangat penting untuk menjaga ketersediaan pangan di masa yang akan datang. Apa yang terjadi di Pulau Jawa pada awal abad ke – 20 sudah selayaknya menjadi pelajaran berharga bagi kita untuk menghadapi berbagai kemungkinan yang terjadi. Surat kabar De Grondwet yang terbit pada tanggal 8 April 1902 memberitakan, kelaparan di Pulau Jawa khususnya Jawa Tengah merupakan hal yang lumrah sekaligus ironi. Pulau Jawa sebagai daerah yang dikenal dengan tanahnya paling subur di dunia justru tidak dimanfaatkan dengan sebaik – baiknya pada saat itu. Dalam surat kabar tersebut juga disebutkan bahwa penyebab utama terjadinya bencana pangan saat itu adalah karena masyarakat yang terlalu bergantung pada ketersediaan beras dalam memenuhi kebutuhan pangan mereka. Akibatnya, saat terjadi gagal panen akibat banjir, kemarau, letusan gunung berapi dan lainnya mereka pun kesulitan untuk mencari makanan pengganti.