Oleh : Ridho Budiman Utama,
Anggota Komisi II DPRDÂ Jawa Barat
Rencana Pemerintah Provinsi Jawa Barat yang akan membangun Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) di daerah Cirebon, Patimban dan Kertajati mendapatkan respon beragam dari berbagai kalangan. Sebagian masyarakat menilai, kebijakan Pemprov Jabar tersebut sangat tepat guna mewujudkan pemerataan penyebaran kawasan industri di Jawa Barat sehingga tidak hanya terpusat pada daerah tertentu saja seperti Bekasi dan Karawang. Kawasan ekonomi baru yang akan dibangun tersebut juga diklaim akan menjadi kawasan industri padat karya yang akan membutuhkan tenaga kerja dalam jumlah yang cukup besar sehingga mampu mengurangi angka pengangguran secara signifikan. Studi kelayakan dan perencanaan terkait KEK pun akan dilakukan pada tahun ini sehingga pada tahun kedua pembangunan konstruksi dapat dilakukan.
Di sisi lain, kekhawatiran akan menurunnya jumlah produksi pangan di Jawa Barat justru disampaikan oleh Ketua Kontak Tani dan Nelayan Andalan (KTNA). Pembangunan KEK yang membutuhkan lahan hingga puluhan ribu hektar tersebut dipastikan akan mengurangi jumlah lahan pangan secara signifikan dan berakibat pada menurunnya jumlah produksi pangan. Hal ini dikarenakan ketiga kawasan tersebut termasuk kawasan lumbung padi Jawa Barat sehingga memiliki peran yang sangat vital dalam memenuhi kebutuhan pangan nasional. Di samping itu masa depan usaha pertanian serta nasib warga lokal pun akan terancam dengan adanya alih fungsi lahan yang dilakukan secara besar – besaran itu.
Kekhawatiran yang diutarakan oleh Ketua KTNA tersebut memang bukan tanpa alasan. Pengalaman menunjukkan, alih fungsi lahan atas nama pembangunan sering kali mengakibatkan permasalahan ketersediaan pangan dalam jangka panjang. Pembangunan Bandara Soekarno – Hatta yang terletak di daerah Tangerang nyatanya berdampak pada hilangnya lahan – lahan pertanian produktif hingga ke daerah Serang. Begitu pula dengan dibangunnya sejumlah pabrik di daerah Ciranjang Kabupaten Cianjur yang dahulu kala pernah ditetapkan sebagai kawasan sawah abadi oleh pemerintah kolonial Belanda. Berkurangnya lahan pesawahan di daerah tersebut mengakibatkan daya tarik Cianjur sebagai salah satu sentra beras di Jawa Barat kian pudar. Ironisnya, suksesi kepemimpinan yang dilaksanakan di tingkat pusat maupun daerah nyatanya belum mampu mengubah keadaan ini menjadi lebih baik.