Terancamnya lahan pangan bukanlah satu – satunya persoalan yang akan timbul apabila pembangunan kawasan ekonomi baru tersebut benar – benar dilakukan. Ketersediaan air di Jawa Barat yang relatif terbatas akan menjadi tantangan (atau bahkan ancaman) tersendiri bukan hanya bagi kawasan pertanian, namun juga masyarakat yang tinggal di daerah tersebut. Hal ini disebabkan kawasan industri sangat memerlukan sumber daya air secara memadai untuk dapat beroperasi dengan baik. Dalam kondisi seperti ini, konflik horizontal antara warga dengan para pelaku industri akan semakin sulit dihindarkan apabila pemerintah tidak mampu memberikan solusi terbaik bagi kedua belah pihak.
Adapun kemudahan perizinan dari pemerintah pusat hendaknya tidak dijadikan patokan bahwa rencana pembangunan KEK akan berjalan dengan baik. Analisis tentang dampak lingkungan (Amdal) seyogyanya benar – benar dijadikan rujukan tentang layak atau tidak sebuah mega proyek dilaksanakan. Pemprov Jabar tidak selayaknya mengulangi kekeliruan yang dilakukan oleh pemerintah pusat saat meluncurkan Proyek Kereta Cepat Bandung – Jakarta. Penetapan waktu peresmian dimulainya proses pembangunan (ground breaking) yang dilakukan jauh-jauh hari sebelum dokumen analisis mengenai dampak lingkungan (amdal) dibahas sejatinya merupakan bentuk pelanggaran yang tidak dapat ditolerir. Hal ini sebagaimana tertera dalam UU Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (PPLH) disebutkan bahwa layak atau tidaknya suatu kegiatan atau usaha haruslah didasarkan pada kajian Amdal Alhasil, berbagai persoalan pun muncul dan mengakibatkan proyek yang memerlukan anggaran puluhan triliun tersebut menjadi terhambat.
Untuk menjaga ketersediaan pangan di Jawa Barat, Pemerintah Daerah hendaknya mampu menyusun grand design pembangunan kawasan ekonomi secara matang dan sesuai dengan kebijakan perencanaan pangan yang ada saat ini. Selain itu pembangunan yang hendak dilaksanakan tersebut juga seharusnya berpatokan pada aturan tentang Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) yang sudah ditetapkan. Bukan sebaliknya, merubah atau mengakali RTRW demi memuluskan proyek pembangunan sebagaimana dilakukan oleh sebagian kepala daerah di tanah air. Kasus proyek Meikarta dan Reklamasi yang dilakukan di ibukota seharusnya dijadikan contoh oleh Pemprov Jabar untuk lebih berhati – hati dalam mengambil keputusan.