Posisi Thanathorn menjadi ancaman bagi incumben.
Sampai akhirnya tersandung ujaran medsos itu.
Popularitasnya berhasil dimerosotkan.
“Tapi saya tetap akan pilih Thanathorn,” ujar sopir yang mengantar saya kembali ke Bangkok. Setelah beberapa jam mampir ke Pattaya.
“Saya ingin Thailand memiliki wajah baru,” tambahnya.
Saya pun minta mobilnya diminggirkan. Agar saya bisa memotret baliho wajah Thanathorn. Yang banyak dipasang di sepanjang pinggir jalan menuju Bangkok. Ia kelihatan senang. Saya pun memotret lebih banyak tokoh pilihannya. No. 9.
Baca Juga:Kaum Milenial Diajak Melek Narkoba, Bagikan 1.000 Stiker AntinarkobaIndustri Musik Lokal Terkendala Perizinan
Tanathorn memang membawa ‘masa depan’. Ia berjanji akan memperjuangkan misi partai zaman dulu. Yang di tahun 1932 berhasil mengubah Thailand.
Dari sistem kerajaan totaliter. Ke kerajaan demokratis: tetap ada raja, tapi memiliki parlemen dan kepala pemerintahan.
“Saya akan menuntaskannya,” ujar Tanathorn.
Kata ‘menuntaskannya’ itulah yang jadi persoalan di medsos. Itu ditafsirkan sebagai akan menghilangkan raja. Menjadi demokrasi penuh.
Padahal di Thailand ada UU yang melindungi raja. Jangankan akan menghilangkannya. Mengeluarkan kata tidak sopan terhadap raja saja harus masuk penjara.
Karena itu kelakuan sssttt…! raja Thailand yang sekarang ini tidak pernah muncul di media. Termasuk media sosial. Padahal sssttt…!-nya bukan main.
Minggu depan juga akan ada perkembangan baru: putusan mahkamah konstitusi.
Pemilu tinggal dua minggu lebih. Banyak kemungkinan terjadi. Tapi Prayut kemungkinan tetap menang. Menjadi perdana menteri lagi.
Kali ini hasil Pemilu. Dianggap sudah sesuai dengan asas demokrasi.
Apalagi partai oposisi utama juga tersandung masalah. Dianggap melanggar konstitusi: menyeret keluarga kerajaan ke dalam politik. Yakni saat partai itu mencalonkan kakak perempuan Raja.
Baca Juga:Kaulinan Sunda Masuk Materi Ujian PraktekBawaslu ‘Endus’ Dugaan Politik Uang , Rakyat Diminta Bantuan Pengawasan
Minggu depan partai itu akan menerima vonisnya. Oleh pengadilan konstitusi. Dilarang ikut Pemilu.
Sampai dengan putusan itu partai tersebut tetap berjuang. Sabtu kemarin masih kampanye besar di Bangkok.
Di Thailand calon perdana menteri sudah harus diumumkan. Bersamaan dengan pendaftaran partai. Calon itu tidak harus pimpinan partai. Bahkan tidak harus anggota partai.
Prayut, misalnya, bukan anggota partai. Hanya dicalonkan oleh partai baru Palang Pracharat.
Every one love Daddy, tapi nasib kelihatannya memihak Prayut. (Dahlan Iskan)