Di lain pihak, ketimpangan ekonomi yang dialami oleh warga Jawa Barat saat ini seharusnya dijadikan fokus oleh Pemprov Jabar daripada sekedar mengurus hal – hal kecil semacam ini yang pada akhirnya justru menimbulkan kegaduhan. Tingginya angka pengangguran terutama di sekitar kantong-kantong kawasan industri, berkurangnya kemampuan daya beli masyarakat, seta menjamurnya rentenir berkedok koperasi simpan pinjam pada hakikatnya merupakan ancaman bagi ketahanan keluarga akibat tekanan ekonomi. Terbatasnya lapangan pekerjaan khususnya bagi kaum pria semestinya menjadi bahan pemikiran pagi pengambil kebijakan untuk sesegera mungkin melakukan perbaikan. Semakin banyaknya kaum wanita yang bekerja di pabrik terbukti menimbulkan masalah – masalah sosial yang cukup pelik. Tingginya angka perceraian serta terganggunya proses pendidikan anak merupakan sebagian dampak yang ditimbulkan oleh para pengusaha yang hanya memikirkan keuntungan saja tanpa mau memikirkan masa depan tunas – tunas bangsa di negeri ini.
Selain persoalan terbatasnya lapangan pekerjaan, alih fungsi salah yang semakin tidak terkendali juga semestinya menjadi bahan pemikiran Pemprov Jabar. Sebagai salah satu lumbung padi nasional, sudah seyogyanya Jawa Barat mempertahankan eksistensinya dengan cara menjaga lahan – lahan pangan produktif agar tidak beralih fungsi. Pertumbuhan jumlah penduduk yang tidak diiringi dengan peningkatan produksi pangan (secara signifikan) akan berdampak pada terganggunya ketahanan pangan di negeri ini. Polemik import beras dan jagung yang sempat mengundang perdebatan sengit beberapa waktu lalu semestinya dijadikan pelajaran berharga bagi para kepala daerah dalam menjaga ketahanan pangan di wilayahnya.
Adapun ujian berupa bencana alam yang datang berturut-turut dan secara tiba – tiba seyogyanya menjadi bahan renungan bagi Pemprov Jabar untuk bertindak secara lebih baik lagi. Banjir bandang, longsor, angin puting beliung, gelombang tinggi dan sebagainya sudah selayaknya kita jadikan bahan introspeksi. Saat bencana alam terjadi dibutuhkan kerja cepat, ketanggapan, serta pengerahan sumber daya (ASN, relawan, logistik, data dan informasi) secara akurat dan satu komando. Penulis menyaksikan dengan mata kepala sendiri, korban puting beliung di Desa Margaluyu Kecamatan Kiarapedes, Kabupaten Purwakarta yang sudah lebih dari dua pecan merasa gelisah menanti bantuan karena keterbatasan anggaran untuk keperluan penanganan bencana.